Lukisan itu kemudian terjual dalam lelang di Balai Christie’s di London pada 1987. Pemenangnya adalah Yasuda Fire & Marine Insurance, yang sekarang menjadi Sompo.
Pembelian lukisan itu menjadi simbol betapa makmurnya perusahaan Jepang pada dekade 1980-an. Dekade yang disebut sebagai puncak ekonomi Jepang selepas Perang Dunia II.
Kala itu, Rockefeller Center di Manhattan (Amerika Serikat/AS) dibeli oleh Mitsubishi Estate Co. Kemudian Bridgestone mengambil alih Firestone Tire & Rubber, sementara Sony mengakuisisi Columbia Pictures.
Tuntutan hukum terhadap lukisan Sunflowers diajukan di pengadilan federal Northern District, Illinois (AS) pada 13 Desember lalu. Ahli waris Mendelssohn-Bartholdy dan almarhumah istrinya Elsa menegaskan mereka ingin lukisan itu kembali. Ditambah ganti rugi US$ 690 juta (Rp 10,36 triliun) untuk dari Sompo karena “memperkaya diri secara tidak adil” plus US$ 750 juta (Rp 11,26 triliun) karena kerusakan.
Sompo dinilai “selama bertahun-tahun padahal mengetahui (baik secara sadar maupun teledor) bahwa lukisan itu adalah korban kebijakan Nazi tetapi salah menginterpretasikan.”
Kemungkinan keberhasilan tuntutan ini belum jelas. Saat ini lukisan tersebut berada di Jepang, sementara ahli waris di AS.
Sompo menolak mengembalikan lukisan Sunflowers, menyebut Yasuda Fire & Marine Insurance telah membelinya dan itu terekam secara publik. Sompo siap membela diri di pengadilan.
“Lukisan ini dibeli dengan adil melalui lelang 35 tahun lalu, dipajang di Tokyo selama 35 tahun, dan tidak ada keraguan mengenai keabsahan kami sebagai pemilik. Sompo menolak segala tuduhan telah melakukan kesalahan dan akan membela diri mengenai hak kepemilikan atas Sunflowers,” papar keterangan tertulis Sompo melalui surat elektronik.
Mendelssohn-Bartholdy menyerahkan lukisan itu kepada seorang pedagang karya seni di Paris (Prancis) bernama Paul Rosenberg pada 1934. Pada saat yang sama, dia juga menyerahkan kepemilikan lukisan itu kepada Elsa sang istri. Hal seperti itu jamak dilakukan oleh komunitas Yahudi saat masa pemerintahan Nazi, untuk menghindari penyitaan aset.
Stuart Eizenstat, yang ditunjuk sebagai penasihat khusus AS untuk urusan Holocaust, memperkirakan sekitar 600.000 lukisan dijarah oleh Nazi selama perang. Ini menyebabkan tuntutan hukum di berbagai negara.
Kepemilikan Sunflowers oleh Sompo sangat dikenal di Jepang. Kertas fax lukisan itu dipampang di depan museum di Shinjuku agar bisa dilihat oleh publik dengan membayar JPY 1.600 atau sekira US$ 12 (Rp 180.228).
Sunflowers sudah menjadi citra yang tidak terpisahkan dari Sompo. Bahkan ada anak usaha Sompo yang dinamai Sompo Himawari Life Insurance Inc. Himawari dalam bahasa Jepang artinya bunga matahari, sunflower.
“Akan sangat menyakitkan bagi Sompo jika harus menyerahkan lukisan itu karena sangat dekat dengan perusahaan. Ini adalah situasi yang sulit,” kata Tsukasa Koudera, Profesor di Osaka University.
Sunflowers pernah dipinjamkan ke Chicago untuk pameran, dan tidak pernah meninggalkan Jepang sejak 2002.
(aji)