Logo Bloomberg Technoz

Sedangkan inflasi inti tercatat 4% yoy. Lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yaitu 4,1% dan menjadi yang terendah sejak September 2021.

Perkembangan ini membuat investor makin yakin bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve sudah selesai dengan siklus pengetatan moneter. Kemungkinan besar tidak ada ada lagi kenaikan suku bunga acuan.

Akibatnya, nilai tukar dolar AS pun melemah. Kemarin, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) anjlok 1,4% dan menjadi koreksi harian terdalam selama setahun terakhir.

Saat dolar AS melemah biasanya harga emas malah menguat. Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS, sehingga saat mata uang Negeri Adikuasa melemah maka emas menjadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lain. Akibatnya, permintaan emas naik dan harga pun terungkit.

“Inflasi yang lebih lemah dari perkiraan sangat suportif bagi harga emas. Kami memperkirakan inflasi akan terus melambat pada kuartal IV, yang kemudian melemahkan dolar dan memperkuat harga emas. Dalam 6 bulan mendatang, sepertinya harga emas akan reli menuju US$ 2.100/ons,” tegas Daniel Ghali, Commodity Strategist di TD Securities, seperti dikutip dari Bloomberg News.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas memang sedang bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 53,93.

RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang di posisi bullish.

Akan tetapi, sepertinya harga emas sepertinya akan turun terlebih dulu sebelum naik. Target koreksi atau support terdekat ada di US$ 1.951/ons. Jika tertembus, maka US$ 1.935/ons bisa menjadi support selanjutnya.

Sementara ruang kenaikan harga emas untuk saat ini masih relatif terbatas. Target kenaikan atau resisten terdekat ada di US$ 1.966/ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas naik ke US$ 1.973/ons.

(aji)

No more pages