Bendahara negara juga menjelaskan terbitnya kebijakan-kebijakan terkait dengan isu perubahan iklim dapat memicu crowding out atau agresif mencari pendanaan untuk belanja publik secara global.
Kebutuhan pembiayaan yang masif ini berpotensi memberikan tekanan besar pada pasar dan berujung pada meningkatnya suku bunga. Hal ini juga berisiko mengingkatkan tekanan pembiayaan pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Menghadapi dinamika global ini, Sri Mulyani menyarankan para pengambil kebijakan di berbagai negara untuk menyambut dinamika tersebut dengan menetapkan fiskal yang matang dan bijaksana.
"Selain itu, saat-saat penuh tantangan seperti ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan beragam reformasi struktural," ujar Sri Mulyani.
Pada 2021, menurut dia, Indonesia mengesahkan dua undang-undang penting, yaitu terkait dengan reformasi perpajakan dan hubungan keuangan pusat dan daerah.
Selain itu, APBN menjadi katalisator upaya-upaya mempercepat transformasi perekonomian. Contohnya, menaruh fokus investasi pada infrastruktur dan sumber daya manusia sebagai upaya menyelesaikan beragam isu-isu pembangunan.
”Semoga melalui diskusi dan beragam rangkaian agenda APEC ke depan, kita semua dapat menemukan solusi bersama dalam menghadapi beragam tantangan dunia,” ujar Sri Mulyani.
(lav)