“Keharmonisan sosial, keluarga, dan hubungan kekeluargaan kita terganggu oleh TikTok,” kata Rekha Sharma, Menteri Komunikasi, sekaligus Juru Bicara Pemerintah Nepal. TikTok makin populer, utamanya sejak pandemi Covid. Data pengguna aktif TikTok Nepal mencapai 2,2 juta.
“Keputusan pelarangan TikTok akan segera dilakukan namun belum ada batas waktu secara spesifik yang ditetapkan. Pengaturan yang diperlukan dalam hal ini akan dilakukan oleh Kementerian Komunikasi,” kata Rekha Sharma dilansir dari Thehimalayantimes.com.
TikTok menjadi saluran untuk melampiaskan kemarahan kepada pemerintah dan politisi. Aktivis dan beberapa jurnalis ikut bersuara dan mengkhawatirkan pengekangan yang dilakukan pemerintah Nepal tersebut, dikatakan sebagai bentuk pembatasan kebebasan berpendapat. Pemerintah memakai tameng “keharmonisan sosial.”
Namun pemerintah Nepal menjelaskan bahwa terdapat konten seksisme dan bertema kasta di TikTok. Terhangat adalah serangan virtual antara umat beragama Muslim, Hindu, dan beberapa komunitas pribumi soal penyembelihan sapi. Diketahui hewan ini merupakan wujud penyucian bagi umat Hindu.
Prevalensi konten TikTok juga dianggap menjurus kepada kebencian agama, kekerasan, dan pelecehan seksual, sehingga mendorong bentrokan secara fisik. Hal yang membuat pemerintah menerapkan aturan jam malam dan patroli oleh kepolisian. Perwakilan TikTok belum memberi komentar.
Pembatasan TikTok di Banyak Negara
Bukan kali ini saja TikTok mengalami pelarangan. Tahun 2020 India telah melarang TikTok, disulut memanasnya isu militer antara kedua negara yang bertetangga ini. Larangan juga diumumkan Taiwan pada tahun yang sama.
Pengawasan TikTok turut diperketat di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Kanada. Pada beberapa negara bagian di AS juga telah melarang TikTok, seperti Montana yang telah memberlakukan undang undang yang melarang pengunduhan TikTok oleh masyarakat umum mulai 2024.
Lebih jauh, Presiden AS Donald Trump pada tahun 2022 mengatakan kemungkinan China dapat menggunakan data TikTok untuk “melacak lokasi karyawan dan kontraktor federal” dan memanfaatkannya untuk “melakukan spionase perusahaan”.
Kekhawatiran AS dipicu oleh adanya sebuah aturan bahwa swasta, termasuk ByteDance selaku induk TikTok, wajib mendukung, membantu, dan bekerja sama dengan pekerjaan intelijen negara China.
Uni Eropa juga melakukan pelarangan yang sama pada 2023. Kemudian secara khusus, Inggris melarang penggunaan aplikasi TikTok di telepon seluler pegawai pemerintah dengan risiko keamanan data. Pemerintah Pemerintah Belanda memutuskan pembatasan dan menilai terdapat risiko spionase.
Senegal melakukan suspensi terhadap TikTok di semua jaringan operator ponsel karena khawatir platform media sosial ini digunakan untuk memicu protes dengan kekerasan. Peluang terbaru pembatasan terjadi di Malaysia — khusus TikTok Shop— meskipun hingga kini masih dalam diskusi dan belum diputuskan. Makin meluasnya pelarangan TikTok menjadi jalan terjal perusahaan memperluas cakupan bisnis di seluruh dunia.
TikTok Targetkan Pasar Asia Tenggara
Pasar Asia Tenggara memang tengah ‘diserbu’ banyak platform e-commerce dunia, dengan TikTok sebagai pendatang baru yang cukup menarik perhatian pengguna yang menawarkan konten video pendek. Hal yang meruncingkan persaingan dengan tiga pemain besar di kawasan, Shopee (milik Sea), Lazada (milik Alibaba), dan Tokopedia (milik PT GoTo Gojek Tokopedia).
Di Indonesia, mengutip laporan firma riset Cube Asia mencatat, GMV TikTok Indonesia sudah menembus angka US$2,5 miliar, dengan raihan US$1 miliar hanya pada kuartal pertama tahun 2023. Bahkan menurut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, TikTok meraup untung Rp8-Rp9 triliun/bulan.
Berdasarkan perhitungan Bloomberg Intelligence, TikTok memiliki 100-125 juta pengguna aktif bulanan lokal (Monthly Active Users/MAU), yang menjadi aset untuk dikonversi menjadi pembeli lewat TikTok Shop-nya. Namun layanan e-commerce TikTok di Indonesia sudah hilang efek aturan baru Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang berlaku bulan Oktober lalu.
(wep/roy)