Eramet sebelumnya telah menjual beberapa pabrik pengolahan logam noninti dan yang tidak menguntungkan secara bisnis. Langkah itu menempatkannya pada posisi “untuk mengambil keuntungan penuh dari periode unik pada masa depan di dunia yang akan membutuhkan lebih banyak logam,” kata Chief Executive Officer Eramet Christel Bories.
Meskipun harga logam baterai baru-baru ini anjlok setelah tren penguatan pada tahun lalu, Eramet dan mitranya di China – Tsingshan Holding Group Co – berencana untuk meningkatkan volume penjualan nikel di tambang raksasa Weda Bay di Indonesia menjadi 60 juta ton dalam tiga tahun. Jumlah tersebut dua kali lipat dari target tahun ini.
Di Indonesia, keputusan untuk membangun smelter nikel dan kobalt dengan BASF SE Jerman juga diharapkan terjadi pada paruh pertama tahun depan, kata Eramet.
Selain itu, Eramet dan Tsingshan menaikkan perkiraan biaya proyek litium Centenario yang sedang dibangun di Argentina menjadi US$800 juta dari US$735 juta, kata Eramet pada Senin, mengutip inflasi lokal dan biaya bahan.
Kedua korporasi itu berencana untuk menghabiskan US$800 juta lagi untuk meningkatkan kapasitas proyek sebesar 24,000 ton sebanyak 30,000 ton mulai pertengahan 2027, sambil menunggu persetujuan izin konstruksi.
Untuk litium, Eramet akan mengucurkan US$95 juta, ditambah US$10 juta lainnya bergantung pada hasil proyek, untuk membeli konsesi eksplorasi dan pertambangan di Cile bagian utara. Mereka juga mendekati keputusan untuk membangun pabrik daur ulang baterai bersama Suez di Prancis.
Perusahaan Prancis ini juga berambisi meningkatkan produksi mangan lebih dari seperlima di Gabon menjadi 8,5 juta ton pada 2026, dan juga berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi pasir mineral di Senegal.
(bbn)