Logo Bloomberg Technoz

Ia menambahkan hawa masing-masing spektrum memiliki fungsi dan kapasitas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.  Seperti spektrum rendah memilik keunggulan jangkauan yang luas namun secara frekuensi tidak terlalu besar.

Kemudian, spektrum tengah memiliki dua komponen - jangkauan yang luas dan kapasitas yang mumpuni. Terakhir spektrum tinggi yang terbatas pada spot tertentu. 

“Demikian juga nanti yang dilelang [low band spectrum] hanya 90 Mega [MHz], padahal untuk 5G untuk satu operator butuh 100 [MHz]. 90 [MHz] akan dibagi berapa?  Untuk satu pemenang [lelang] ini juga jadi satu pertanyaan,” ujarnya. 

Adapun spektrum yang tersedia di Indonesia baru sebatas spektrum tinggi (high band) dan spektrum rendah (low band). Apabila spektrum tengah tidak tersedia di Indonesia, peningkatan kapasitas 5G di Indonesia tidak akan terjadi secara signifikan, ditegaskan Sigit.

Tanpa ada kejelasan soal spektrum tengah, dirinya tidak mengetahui apakah 5G akan terdengar masif di Indonesia. 

“Contoh lebih detail ada di Jepang, ini data dari pemerintah Jepang. Jadi Jepang membagi langsung ke operator tiga sekaligus, semua operator dibagi low band, mid band, high band. Menariknya ketika dibagi tiga, itu bisa lihat traffic, kebanyakan di mid band. Peningkatan traffic untuk 5G di mid band, high band sifatnya spotty dan low band [sifatnya] coverage,” lanjutnya. 

Selain itu, Sigit menyoroti tiga isu penting dalam lelang spektrum 5G yang akan dilakukan Kominfo. Pertama, harga spektrum harus terjangkau. Terdapat dua skema yang bisa dilakukan oleh pemerintah, lanjut Sigit, yakni menurunkan harga spektrum atau memberikan kebijakan insentif.

Ilustrasi jaringan internet seluler. (Dok: Bloomberg)

Selanjutnya adalah contiguous bandwidth. Dalam lelang yang akan dilakukan Kominfo, 90 MHz akan diperlukan untuk layanan telekomunikasi. Sementara untuk menghadirkan layanan 5G yang optimal, operator seluler membutuhkan lebar pita 100 MHz. 

Jika lelang frekuensi 700 MHz ini dibagi-bagi, efektivitas 5G tidak akan dirasakan.

“Tapi kalau 700 [MHz] hanya 90 Mega [MHz] dan dibagi tiga sampai dengan empat pemenang, berarti hanya 30 [MHz] atau 22,5 [MHz] [untuk satu operator], nggak terasa 5G, hanya nyicip aja,” ujar Sigit.

“Kalau 90 [MHz] untuk satu pemenang itu cukup menggiurkan, idealnya hanya satu pemenang sehingga use case-nya bisa banyak, tapi alangkah baiknya kalau diikat dengan kewajiban menggelar 5G dan kewajiban spectrum sharing. Satu pemenang tapi wajib sharing, itu sangat menarik sekali,” lanjutnya. 

Terakhir adalah pengalaman user (user experience). Bila contiguous bandwith lebar, maka pengalaman dan manfaat yang dirasakan masyarakat Indonesia dalam menggunakan 5G akan semakin banyak. 

Ilustrasi jaringan XL. (Dok. XL)

Spectrum Sharing Jadi Solusi

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys menilai, untuk mendapatkan total frekuensi 5G yang mumpuni Indonesia membutuhkan waktu. Menurutnya, tidak ada jalan keluar yang singkat kecuali spectrum sharing. 

“Kenapa sampai sekarang nggak ada spektrum sharing yang terjadi? Mungkin belum terbayang prosesnya seperti apa. Mungkin belum terbayang ada sambungan terjal apa kalau memproses ini,” ujar Merza. 

“Ini perlu fasilitasi semua, terbuka. Saya mengusulkan satu pilot project. Kalau ini berhasil bisa menjadi model untuk spektrum sharing di mana-mana, yaitu di IKN,” lanjutnya.

Terlepas dari perdebatan pembangunan IKN yang akan dilanjut atau tidak, Merza menilai, IKN merupakan satu contoh yang cocok untuk memulai pilot project spectrum sharing. 

“Tanpa menunggu 700 [MHz], 2,6[GHz], 3,5 [GHz] yuk sharingkan frekuensi kita, total 452 Mhz kita buat satu jaringan besar di IKN. Dengan frekuensi sebesar itu satu network kita buka dengan 4G dan 5G. Termasuk layanan lain menuju IKN yang smart city,” ujarnya.

Direktur Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Denny Setiawan. (Dok: Dova/Bloomberg Technoz)

Kominfo Usul Ada Daerah Prioritas untuk 5G

Direktur Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Denny Setiawan mengatakan, nantinya 5G tidak akan langsung berlaku di semua daerah di Indonesia. 

“Jadi kita perlu buat satu klasifikasi, Jakarta, Surabaya ,masuk klaster nomor satu, jadi nggak bisa sama ratakan. Kalau desa nggak perlu 5G kali ya, yang penting bisa Whatsapp, Youtube, nggak usah kenceng,” pungkasnya.

(dov/wep)

No more pages