Logo Bloomberg Technoz

Asosiasi Sebut Industri Seluler Indonesia Tidak Sehat dan Lambat

Dovana Hasiana
13 November 2023 19:00

Ilustrasi jaringan telekomunikasi smartphone. (Dok: Bloomberg)
Ilustrasi jaringan telekomunikasi smartphone. (Dok: Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kondisi industri seluler Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja, tidak sehat dan lambat. Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan, terdapat 3 faktor yang saling berkaitan dan melandasi kondisi tersebut.

Merza menjelaskan faktor pertama adalah kenaikan biaya regulator (regulatory charge), kedua pertumbuhan Biaya Hak Penggunaan (BHP) yang dibebankan kepada operator tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan, dan ketiga isu trafik data yang tidak searah dengan tarif penggunaan data itu sendiri.

Merza mengutip hasil riset Global System for Mobile Communications Association (GSMA) yang menyatakan rasio BHP frekuensi Indonesia saat ini berada pada tarif yang tidak sehat karena menyerap 12,1% pendapatan kotor (revenue). Angka ini jauh berada di atas BHP global sebesar 7%, atau di kawasan Asia Pasifik yang 8,7%. 

“Pada prinsipnya regulatory charge kalau menurut kajian global sudah pada tarif tidak sehat karena menyerap lebih dari 12% revenue. Kalau mau sehat harus di bawah 10% revenue untuk regulatory price. Regulatory price tidak hanya frekuensi, ada juga biaya yang lain. Tapi yang terbesar adalah frekuensi,” ujar Merza dalam Diskusi "Lelang Spektrum 700 Mhz dan 2,6 Ghz, Upaya Mendorong Penetrasi 5G" di Jakarta Selatan, Senin (13/11/2023). 

“Sebagai informasi sebelum masuk GSMA, BHP tiap tahun di-adjust sesuai dengan nilai inflasi. Jadi rata-rata (BHP) kurang lebih 5-6%. Tapi satu dekade, BHP rata-rata bisa naik kalau data GSMA sudah naik sekitar 12,1%,” lanjutnya.