Logo Bloomberg Technoz

Pada kuartal III-2023, realisasi investasi yang Rp 374,4 triliun menyerap 516.467 orang tenaga kerja. Artinya, dibutuhkan investasi Rp 724,92 juta untuk menciptakan 1 lapangan kerja.

Makin lama, butuh makin banyak rupiah untuk menciptakan 1 lapangan kerja. Rata-rata kebutuhan investasi untuk menciptakan 1 lapangan kerja sejak 2019 hingga kuartal III-2023 adalah Rp 792,25 juta.

Nilai itu jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata sepanjang 2015-2018. Selama periode tersebut, kebutuhan investasi untuk menciptakan 1 lapangan kerja adalah Rp 565,18 juta.

Artinya, Indonesia masih belum bisa lepas dari masalah klasik yaitu ekonomi biaya tinggi. Makin ke sini, makin banyak dana yang dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi. Ekonomi bukan makin efisien, tetapi malah makin mahal.

ICOR

“Performa investasi di Indonesia belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dengan optimal karena inefisiensi. Ini terlihat dari peningkatan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) ke kisaran 6,2-6,3% pada 2022. Investasi baru belum bisa meningkatkan peran Indonesia di rantai pasok global,” sebut riset ARISE+ Indonesia.

Ilustrasi buruh pabrik. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Ke depan, lanjut riset ARISE+, tantangan tidak akan mudah. Ketidakpastian meningkat akibat konflik geopolitik. Sikap proteksionisme yang makin berkembang juga menjadi tantangan bagi masuknya investasi asing ke Indonesia.

“Ditambah lagi, rendahnya faktor institusional seperti pemerintahan membuat tantangan investasi di Indonesia meningkat,” sambung riset ARISE+.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) dalam riset berjudul The Great Escape yang diterbitkan pada 2021 menyebutkan, ICOR Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara sekelompok (peers). ICOR di negara-negara berkembang lainnya hanya di kisaran 3%.

“ICOR yang lebih tinggi menggambarkan investasi menghasilkan output yang lebih sedikit. Gampangnya, investasi yang dibelanjakan tidak efisien,” tegas riset LPEM.

Tingginya ICOR, tambah riset LPEM, disebabkan oleh 2 hal. Pertama adalah ketidaksiapan kapasitas dan kualitas untuk berinovasi dalam mengantisipasi masuknya investasi. Kedua adalah investasi yang masuk kebanyakan padat modal.

“Jadi walaupun ICOR tidak menggambarkan cerita produktivitas investasi secara keseluruhan, tetapi masih layak menjadi indikator untuk mengukur hasil investasi yang sudah masuk dan efeknya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelas riset LPEM.

(aji/roy)

No more pages