Selain itu, dengan adanya produk SSF, investor dapat melakukan jual atau beli kontrak derivatif tanpa harus memiliki underlying-nya terlebih dahulu. Produk SSF juga dapat digunakan sebagai sarana profit management baik dalam kondisi pasar yang bullish maupun bearish.
Sejalan dengan pertumbuhannya di bursa global, pengembangan produk SSF atau yang dikenal di Indonesia sebagai Kontrak Berjangka Saham (KBS) merupakan salah satu upaya yang dilakukan BEI untuk menyediakan variasi instrumen investasi di pasar modal Indonesia dan mendorong perkembangan pasar derivatif di dalam negeri.
Selain itu, dengan adanya produk SSF sebagai sarana lindung nilai atas investasi yang dilakukan investor pada saham individual di Pasar Modal Indonesia, diharapkan aktivitas transaksi saham di pasar sekunder (spot) juga turut meningkat dan semakin mendorong pendalaman pasar ekuitas di Indonesia.
Spesifikasi SSF yang ditetapkan oleh BEI mengacu kepada best practice bursa global dengan tetap memperhatikan kesesuaian dengan kondisi Pasar Modal Indonesia. SSF akan dikembangkan di Indonesia dengan multiplier sebesar 100 saham dan initial margin 4%. Periode kontrak adalah 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan.
Metode penyelesaian dilakukan secara tunai sehingga nilai keuntungannya akan langsung ditransfer ke rekening investor. Ketentuan tick size dan auto rejection akan mengikuti ketentuan saham yang menjadi underlyingnya sehingga mekanisme perdagangannya akan sangat mudah dipahami oleh investor yang sudah pernah bertransaksi saham.
Underlying SSF BEI merupakan saham-saham yang termasuk dalam konstituen indeks LQ45 yang tentunya memiliki likuiditas tinggi dan fundamental perusahaan yang baik. Selanjutnya dalam menentukan underlying, BEI juga akan mempertimbangkan serangkaian kriteria, yaitu interkonektivitas dengan produk lain, aktivitas transaksi, volatilitas harga, keterwakilan industri, dan juga masukan dari pelaku pasar.
Mekanisme Transaksi
Secara teknis, jika pasar saham dalam kondisi “Bearish” atau jika khawatir harga akan turun, maka investor dapat melakukan jual atau “SHORT” produk SSF. Investor “SHORT” akan mendapatkan keuntungan apabila harga underlying turun, karena investor tersebut telah mengunci harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga di pasar yang lebih rendah.
Sebaliknya, jika kondisi pasar saham “Bullish” atau jika prediksi harga akan naik, maka investor dapat melakukan beli atau “LONG”. Investor “LONG” akan mendapatkan keuntungan apabila harga underlying naik, karena investor tersebut telah mengunci harga beli yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar yang lebih tinggi.
Untuk bertransaksi SSF, investor hanya mengeluarkan initial margin yang ditetapkan oleh perusahaan efek dengan nilai minimal 4% dari total transaksi saham biasa. Sebagai contoh, jika harga saham ABCD adalah Rp2.500/lembar, maka total dana transaksi 10 lot saham ABCD = Rp2.500/lembar x 100 lembar saham (satuan lot) x 10 lot = Rp2.500.000. Sementara total dana transaksi 10 kontrak SSF saham ABCD adalah Rp2.500 x 100 x 10 x 4% = Rp100.000 (asumsi initial margin yang ditetapkan oleh perusahaan efek sebesar 4%)
Perbedaan bertransaksi saham secara langsung dan membeli SSF di BEI adalah pertama, modal saham 100%, sementara modal SSF besarannya dimulai dari 4% dari modal pembelian saham. Kedua, jangka waktu investasi saham tidak terbatas, sementara SSF memiliki jangka waktu transaksi yang terbatas sampai dengan jatuh tempo kontrak.
Ketiga, realisasi keuntungan saham terjadi pada saat penjualansaham, sementara realisasi keuntungan SSF dilakukan setiap harinya secara mark to market dengan harga spot. Keempat, penyelesaian transaksi saham adalah penyelesaian fisik T+2, sedangkan penyelesaian transaksi SSF secara tunai pada T+1.
Berdasarkan statistik World Federation of Exchanges (WFE), pertumbuhan transaksi Single Stock Futures secara global meningkat cukup pesat pada periode 5 tahun terakhir. Mengikuti perkembangan tersebut, BEI terus menggali berbagai peluang untuk mengembangkan produk investasi baik dari sisi jumlah produk, variasi produk, likuiditas, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan awareness terkait manfaat produk tersebut.
Produk SSF atau KBS yang dikembangkan di Indonesia diharapkan dapat mendorong semakin banyak investor ritel masuk ke pasar derivatif, mengingat produk ini memiliki underlying saham individual dan multiplier yang rendah, sehingga pertumbuhan pasar derivatif di Indonesia diharapkan dapat semakin meningkat di masa mendatang.
(tim)