Saat Bloomberg News melaporkan potensi merger keduanya, 5 Oktober, saham Smartfren mengalami lonjakan hampir 25% dengan nilai perusahaan sekitar US$1,3 miliar . Pun demikian dengan saham XL yang naik 1% dengan nilai US$2,1 miliar.
Dalam konformasi awal CEO Smartfren Merza Fachys menegaskan pihaknya hanya bisa menunggu dan melihat perkembangan. Sementara Chief Corporate Affairs XL Axiata Marwan O. Basir saat dikonfirmasi, menyampaikan wacana merger usaha menjadi ranah pemegang saham.
Kedua perusahaan selanjut menyampaikan pernyataan resmi baru, bahwa sangat mungkin terjadi adanya konsolidasi antara pelaku industri. Apalagi dalam upaya mewujudkan efisiensi bisnis dan memberi nilai tambah bagi pemegang saham.
Sebagai gambaran, saham mayoritas XL Axiata dipegang oleh Axiata Investment Sdn Bhd yang berkedudukan di Malaysia. Dalam catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), Axiata Investment menggenggam 66,2% dari total saham EXCL. Publik menjadi pemilik kedua paling besar dengan persentase 33%.
Sementara Smartfren Telecom saham mayoritas non publik dimiliki oleh PT Global Nusa Data sebanyak 23,8%, disusul PT Wahana Inti Nusantara (14,5%). Dalam laporan keuangan kuartal II-2023, Smartfren menyatakan perusahaan dan anak usaha di bawahnya menjadi bagian dari kelompok bisnis Sinarmas Grup, diwakili oleh PT Gerbang mas Tunggal Sejahtera.
(wep)