Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Kalangan pakar menilai harga bahan bakar minyak (BBM) akan menjadi jauh lebih murah jika saja Indonesia berani memutuskan untuk membeli minyak dari Rusia. Tidak hanya itu, beban impor BBM RI pun bisa jauh lebih dihemat.

Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo berpendapat batas harga atau price cap  terhadap minyak Rusia di level US$60/barel bisa menjadi alternatif solusi yang patut dipertimbangkan Indonesia, pada saat rerata minyak dunia masih mendekati US$80/barel.

Meski hingga kini PT Pertamina (Persero) belum berani memutuskan untuk membeli minyak dari negara yang sedang disanksi Barat itu, Sutopo melihat peluang ke depan masih terbuka bagi Indonesia.

“Sangat mungkin, karena yang namanya konsumen akan selalu membeli harga barang yang lebih murah. Masalah sanksi, tidak memiliki dasar yang kuat. Sebagai negara nonblok, Indonesia akan bersikap netral,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (10/11/2023).

Hingga saat ini, hanya India dan China yang masih berani membeli minyak dari Rusia secara terbuka. India, misalnya, mengeklaim telah merasakan keuntungan ekonomis dari impor minyak yang lebih murah.

Negeri Bollywood ditaksir bisa menghemat US$2,7 miliar (sekitar Rp42,37 triliun) sepanjang kuartal I—IIII tahun ini berkat mengimpor minyak dari Rusia. Penghematan tersebut dihitung dari turunannya beban defisit neraca perdagangan, serta kenaikan margin industri kilang di negara tersebut.

Negara Asia Selatan itu tercatat menerima 1,85 juta barel per hari (bph) minyak Negeri Beruang Merah sepanjang Januari—September 2023.

Menurut Sutopo, Indonesia bisa saja mengadopsi cerita sukses India tersebut. Hanya saja, dibutuhkan keberanian dari para menteri – khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati – untuk mengambil keputusan beli minyak dari Rusia.

“Tergantung pertimbangan menterinya. Sebagai konsumen [net importer minyak], semestinya [Indonesia] tidak berpikir dua kali untuk membeli. Sepanjang birokrasinya masih ribet, kita akan kehilangan kesempatan berharga ini. [Minyak Rusia] ini akan sangat membantu menjaga stok minyak kita,” ujarnya.

Menyitir data Badan Pusat Statistik  (BPS), impor BBM RON  90 - atau setara bensin bersubsidi Pertalite - menembus 15,11 juta kiloliter (kl) pada tahun lalu. Angka itu meroket 86% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 8,14 juta kl dan 36% dibandingkan dengan 2019 yang sebanyak 11,08 juta kl.

Sutopo pun kembali mengingatkan bahwa faktor harga BBM di Indonesia selalu menyulut isu kesenjangan ekonomi masyarakat di dalam negeri sejak dahulu.

“Masalahnya berputar-putar di situ. Jadi, dengan mendapatkan harga minyak murah, saya pikir sudah tepat. Menghemat ongkos dan dapat mendorong inflasi lebih ringan,” tuturnya. 

Untuk diketahui, minyak rusia dijatuhi sanksi oleh Barat demi memangkas anggaran perang Moskwa. Barat menjatuhkan price cap terhadap minyak Rusia senilai US$60/barel sejak 5 Desember 2022, bagi negara manapun yang ingin membeli komoditas itu.

Harga itu terpaut sangat jauh dari Brent kontrak Januari yang harganya menyentuh US$81,43/barel pada penutupan Jumat, dan WTI kontrak Desember yang mencapai US$77,17/barel.

Dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo sebenarnya tidak menutup peluang Indonesia untuk mengimpor minyak dari Rusia. Namun, hingga hampir setahun sanksi itu berlaku, RI tidak kunjung mengeksekusi peluang tersebut.

Awal tahun ini pun, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengaku kesal lantaran wacana beli minyak dari Rusia tidak kunjung terealisasi lantaran sulitnya akses terhadap pasokan komoditas itu.

"Saya tantang itu Rusia mana minyakmu? Sekarang minyak sudah turun baru kau tawarin, kami sudah tidak butuh kau lagi, dia bilang oke kita perbaiki. [Minyak murah] dari Rusia boleh, dari bulan pun boleh; make it simple," ujar Luhut saat itu.

(wdh)

No more pages