Dalam kontrak karya tersebut, INCO memiliki lahan konsesi seluas 118.017 hektare meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektare), Sulawesi Tengah (22.699 hektare) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektare).
Rizal menyebut investasi penghiliran nikel Vale harus dapat ditingkatkan, tidak sekadar memproduksi nickel matte, feronikel, atau nickel pig iron (NPI). Vale ke depannya harus didorong untuk memperbanyak produksi mixed hydroxide precipitate (MHP) yang diperlukan untuk industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Selain itu, lanjut Rizal, Vale juga harus bisa memproduksi produk turunan nikel lainnya yang bisa dikembangkan lebih jauh untuk baja nirkarat dan produk manufaktur lainnya.
“Jadi yang harus dilakukan pemerintah melalui MIND ID yang menjadi pemegang saham mayoritas INCO, tentu saja pengembangan industri lanjutan atau turunan dari produk antara tersebut agar tumbuh industri-industri lainnya di Indonesia,” tegas Rizal.
Tadinya, mayoritas saham INCO masih dipegang oleh Vale Canada Limited (VCL) dengan kepemilikan 43,79% porsi saham, disusul dengan MIND ID dengan kepemilikan 20%, dan Sumitomo Metal Mining sebesar 15,03%. Adapun, kepemilikan publik pada Vale sebesar 21,18%.
Dengan bertambahnya kepemilikan sebanyak 14%, saham MIND ID di INCO akan bertambah menjadi 34% dari sebelumnya 20%.
Sebaliknya, kepemilikan Vale Canada sebagai induk INCO akan berkurang 14%, dari 43,79% menjadi 29,79%. Artinya MIND ID akan menjadi pemegang saham terbesar INCO, sementara terbesar kedua adalah VCL.
Menurut Rizal, akuisisi saham INCO sebesar 14% oleh MIND ID tersebut sudah cukup adil bagi kedua pihak.
“Akuisisi saham di suatu perusahaan ini merupakan hal yang biasa yg dilakukan B2B. Tentu saja diawali dengan negosiasi untuk mencapai kesepakatan. Apalagi Vale merupakan perusahaan yang sudah go public di BEI. Tentu ada langkah-langkah bisnis dan legal yang harus diselesaikan,” ujarnya.
Terpisah, Head of Corporate Communication Vale Indonesia Bayu Adji mengatakan perusahaan menyerahkan sepenuhnya finalisasi proses divestasi sahamnya sebesar 14% ke holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan, yang sebelumnya sudah mengantongi porsi sebesar 20% di INCO.
“Yang menyerahkan [kesepakatan] itu shareholders [pemegang saham], bukan dari PT Vale Indonesia. Jadi kami tidak bisa menyampaikan [bersikap] tentang ini,” ujarnya singkat saat dimintai konfirmasi ihwal kesepakatan divestasi tersebut, Jumat (10/11/2023).
Lain sisi, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengonfirmasi finalisasi divestasi saham Vale sudah tinggal sejengkal lagi. Secara prinsip, pemerintah juga sudah menyetujuan perpanjangan kontrak karya INCO.
“Tetapi teknisnya termasuk di dalamnya adalah penambahan [saham pemerintah di Vale menjadi total] 34%. Kan saham publiknya sekarang 20% sudah di-listed di publik. Jadi kemungkinan BUMN akan mendapat [total porsi] 34%, jadi kalau diakumulasikan itu sama dengan 54%,” ujarnya di Istana Kepresidenan, kemarin.
Soal harga saham yang diakuisisi MIND ID, Bahlil menegaskan kesepakatannya bersifat business to business, sehingga pemerintah tidak ikut campur. Namun, dia menggarisbawahi bahwa Vale sebaiknya memberikan harga yang adil kepada BUMN.
“Kami ingin lebih cepat lebih baik [joint statement divestasi saham Vale]. Kalau [proses] dari saya [Kementerian Investasi] sudah fix, di saya tidak terlalu susah dan kami berkomunikasi dengan baik kok,” tuturnya.
Sebagai catatan, Vale Indonesia diminta untuk melakukan divestasi saham tambahan sebesar 11% sebagai syarat perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan berakhir pada Desember 2025.
Syarat tersebut untuk memenuhi 51% kepemilikan saham ke negara yang diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) No. 3/2020 tentang Perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
(wdh)