Pendapatan Grab meningkat 61% menjadi US$615 juta pada kuartal ini, melambat dari tingkat tiga digit pada tahun-tahun sebelumnya karena pelanggan di wilayah ini membatasi pengeluaran untuk mengatasi kenaikan inflasi dan suku bunga. Permintaan meningkat dengan laju yang lebih lambat seiring dengan berkembangnya basis pelanggan Grab dan berkurangnya keinginan konsumen untuk membayar kenyamanan dalam transportasi dan pengantaran makanan ke rumah mereka di tengah iklim makroekonomi yang penuh tantangan.
Sea dan Grab Menghadapi Pertumbuhan Online Asia Tenggara Paling Lambat
Profitabilitas, bahkan jika disesuaikan, merupakan langkah besar dalam upaya Grab untuk membuktikan kepada investor bahwa mereka dapat menghasilkan uang. Meskipun Grab memimpin pasar layanan pemesanan kendaraan dan pengiriman di Asia Tenggara, Grab belum mencapai pendapatan bersih karena terpaksa terus mengeluarkan uang untuk melawan pesaingnya seperti GoTo di Indonesia.
Salah satu target Grab berikutnya adalah arus kas (free cash flow) positif, yang diharapkan dapat dicapai pada akhir tahun 2024, kata Chief Financial Officer Peter Oey dalam sebuah wawancara. Gross merchandise value pada bisnis mobilitas Grab, atau total nilai barang dan jasa yang dijual, diperkirakan akan mencapai tingkat sebelum pandemi pada akhir tahun ini, katanya.
Grab juga mengatakan kerugian setahun penuh yang disesuaikan akan mencapai US$20 juta hingga US$25 juta, lebih kecil dari perkiraan sebesar US$30 juta hingga US$40 juta pada bulan Agustus. Jumlah pengguna yang bertransaksi bulanan di platformnya mencapai angka tertinggi sepanjang masa, yaitu 36 juta.
Saham Grab, yang merupakan salah satu startup terpanas di Asia Tenggara, turun sekitar dua pertiga sejak perusahaan tersebut go public melalui Special Purpose Acquisition Company (SPAC) di AS pada akhir tahun 2021.
(bbn)