Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi memastikan bahwa wacana insentif teknologi 5G. seperti yang diinginkan pelaku industri, masuk terus dibahas. Harapannya teknologi 5G segera terwujud agar transformasi digital berjalan sesuai target.
“[kualitas internet Indonesia] bukan salah satu yang terlambat, belum cepat. Kita kan baru 23 Mbps, perlu peningkatan kecepatan, rata-rata nasional ya. Kalau kota-kota sudah banyak 100 Mbps. Kita tingkatkan salah satunya [dengan] insentif [penerimaan negara bukan pajak/PNBP teknologi] 5G, sedang kita godok,” ditemui di sela-sela kegiatan Digital Creative Leadership Forum, Kamis (9/11/2023).
Lebih jauh Budi menyebut bahwa diskusi dari para pelaku industri telekomunikasi terkait jaringan 5G masih berlangsung. Pembahasan insentif 5G ini terjadi lewat pembentukan satuan tugas (satgas) yang baru dibentuk. Selain keinginan PNBP 20% juga biaya regular harapkan hanya 10%.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kemenkominfo Wayan Toni Supriyanto, yang menjadi salah satu anggota satgas insentif 5G, pada kesempatan terpisah menjelaskan stakeholder tengah memberi perhatian atas adopsi teknologi 5G, yang diwakili oleh pemerintah, operator seluler, akademisi, hingga praktisi.
Pasalnya, terang Wayan, implementasi teknologi 5G akan jadi tumpuan ekonomi Indonesia. “Selain itu, dapat disimpulkan bahwa teknologi 5G lebih tepat guna jika dimanfaatkan untuk kebutuhan vertikal industri,” tegas dia.
Data Kominfo memaparkan, Indonesia menjadi satu dari tujuh negara di Kawasan Asia Tenggara dan Oceania yang telah meluncurkan 5G secara komersial. Gimana sebaran teknologi 5G telah menjangkau 366 site yang tersebar di 46 Kabupaten/Kota, titiknya tersebar di lokasi-lokasi tertentu.
Ia melanjutkan bahwa peningkatan jaringan telekomunikasi adalah keniscayaan. Pasalnya seluruh akses informasi dan komunikasi kini sudah berbasis online. “Jaringan seluler merupakan jantung transformasi digital, yang menjadi tumpuan utama masyarakat,” jelas Wayan ditemui di Jakarta, Kamis.
Transformasi jaringan kini terus berjalan dari 4G ke 5G, searah dengan tren teknologi digital di dunia. Masyarakat dunia telah mengalami evolusi dalam bekerja dan berusaha, dari konvensional menuju digital. Tidak hanya bersifat personal, tapi juga bisnis dan profesional.
“Tidak hanya memenuhi kebutuhan komunikasi tetapi untuk segala aktivitas sehari-hari, transformasi cara bekerja dan berusaha, kebutuhan manufaktur akan proses produksi yang lebih efisien, kebutuhan layanan kesehatan yang akurat dan sebagainya, yang berdampak pada perekonomian suatu negara,” terang Wayan.
Terdapat tiga faktor yang dibutuhkan agar jaringan teknologi 5G di Indonesia berjalan optimal, yang berarti memiliki kualitas dan stabil. Ketiga faktor tersebut diantaranya yakni; Pertama, ketersediaan spektrum frekuensi khusus (dedicated) untuk 5G pada 3 layer baik di low band (Sub 1GHz), middle band (Sub 6GHz), maupun high band (mmWave).
"Semakin tinggi spektrum frekuensi, maka akan semakin lebar bandwidth yang tersedia sehingga bisa memberikan kapasitas dan throughput yang tinggi. Semakin rendah spektrum frekuensi, maka akan semakin luas jangkauan layanannya," ujarnya di sela sela Public Discussion Forum '5G Is Now'.
Kedua, yakni modernisasi jaringan seluler 4G LTE baik eNodeB (RAN) maupun EPC (core network) dimana secara global jaringan 5G akan digelar secara Non Stand Alone (NSA), yang beroperasi bersamaan dengan jaringan 4G LTE yang digunakan sebagai 'jangkar'.
Ketiga, fiberisasi. Dia menilai fiberisasi merupakan kunci dari konektivitas yang bakal lebih stabil. Kapasitas juga lebih besar. Nantinya, hal tersebut digunakan sebagai transportasi untuk menghubungkan antar elemen jaringan 5G.
Namun demikian, Wayan membeberkan, pemanfaatan teknologi 5G di Indonesia secara optimal masih memiliki tantangan, yakni identifikasi use case, serta biaya investasi yang tidak murah untuk pelaku industri.
Berdasarkan laporan Opensignal per Juni 2023, ketersediaan jaringan 5G di Indonesia sendiri masih menjadi yang terendah di dunia, atau hanya sebanyak 0,9% atau menempati posisi 98 dari 140 negara yang telah menggunakan 5G.
(dov/wep)