Saat SVBI dan SuVBI bisa dibeli oleh orang-orang kaya, maka instrumen itu akan bersaing dengan instrumen yang sudah ada seperti deposito. Jika bersaing dengan deposito, maka SVBI dan SuVBI akan menang telak, jika benar bunga yang diberikan sekitar 5%.
Sebab, bunga deposito valas di perbankan nasional jauh lebih rendah dari itu. Di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), bunga deposito valas berkisar antara 0,75-1,75%, tergantung besaran simpanan dan tenornya.
Di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), bunganya lebih kecil yaitu 0,1-0,25%. Sementara di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) diberikan bunga flat 0,2%.
Lalu di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), deposito valas mendapatkan bunga 1,5-2,25%.
Dana Valas Perbankan Tersedot
“Ini (SVBI dan SuVBI) bisa menarik dana valas dari perbankan. Kalau ada tawaran bunga lebih tinggi dan lebih sesuai dengan level global di 4-5%, maka high net-worth individuals itu akan pindah,” tegas Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Banana Sekuritas.
Bukan hanya valas, lanjut Satria, mereka yang selama ini memegang instrumen rupiah dan tertarik dengan iming-iming bunga tinggi bisa saja menjual instrumen tersebut dan melakukan konversi ke valas untuk membeli SVBI dan SuVBI.
“Jadi misalnya ada orang kaya yang memegang ORI atau Sukuk Tabungan, itu bisa dijual di secondary market dan kemudian membeli SVBI. Target pasar SVBI jangan-jangan bisa mirip dengan ORI,” kata Satria.
Namun, bukan berarti BI harus memberi bunga rendah agar tidak terjadi crowding out effect. Sebab, kalau bunga SVBI rendah bisa-bisa peminatnya sedikit.
“Bagi BI, ini serba salah. Kalau tidak kompetitif, pelaku pasar tetap akan menempatkan valas di luar negeri. Akhirnya tidak efektif untuk menarik dana asing,” kata Satria.
Apabila dana valas perbankan tersedot ke SVBI dan SuvBI, lanjut Satria, maka kapasitas penyaluran kredit akan berkurang. Akibatnya, sektor riil juga akan merasakan dampaknya dalam bentuk keketatan kredit (credit crunch).
Meski demikian, Satria juga melihat ada sisi positif dari penerbitan SVBI dan SuVBI. Selama ini, pasar uang (terutama valas) memang dangkal, tidak banyak instrumen di dalamnya. Dangkalnya pasar uang membuat rupiah menjadi rentan mengalami gejolak, karena pihak-pihak yang membutuhkan valas selalu menyasar pasar spot akibat minimnya pilihan instrumen yang ada.
“Positifnya, itu bisa membantu pendalaman pasar. Bisa menjadi instrumen bagi fund manager untuk penempatan valas,” ujar Satria.
(aji/roy)