Namun, kelompok pengeluaran tersebut masih cukup optimistis tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang naik tertinggi dibanding kelompok pengeluaran lain, terutama disokong oleh optimisme ketersediaan lapangan kerja.
Sementara kelompok pengeluaran di atasnya yaitu Rp4,1 juta-Rp5 juta keluar sebagai yang paling pesimistis melihat kondisi keuangan enam bulan ke depan, di mana itu terutama karena penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini yang mencapai 11,5 bps. Indeks tersebut memotret persepsi masyarakat terkait situasi keuangan mereka sekarang dibanding enam bulan lalu.
Bunga Kredit dan Pinjol
BI tidak menjelaskan apa penyebab kenaikan beban cicilan yang menyedot pendapatan masyarakat, hingga pada saat yang sama mengikis pengeluaran untuk konsumsi.
Namun, bila melihat perkembangan tren bunga kredit perbankan beberapa waktu belakangan, boleh jadi kenaikan beban cicilan itu adalah imbas kenaikan bunga kredit terutama bagi nasabah bank yang masuk periode bunga mengambang (floating rate).
Berdasarkan hasil asesmen terakhir BI terhadap transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang dirilis Oktober lalu, tercatat bahwa tingkat rata-rata bunga berjalan tiga bulan untuk bunga kredit baru masih meningkat 12 bps dari 9,88% menjadi 10% pada September lalu. "Itu sebagai lag effect dari dari kenaikan bunga acuan BI7DRR," kata BI. Sebagai catatan, asesmen tersebut belum memasukkan kenaikan bunga acuan bulan lalu menjadi 6%.
Sementara bunga kredit baru mulai melandai sebesar 27 bps dari 10,17% menjadi 9,9% pada September.
BI mencatat, bunga kredit terutama untuk sektor pinjaman konsumsi konsisten berada di atas bunga kredit agregat walaupun memiliki risiko kredit rendah. "Kondisi itu menunjukkan kehati-hatian perbankan dalam asesmen risiko untuk kredit konsumtif," kata bank sentral.
Misalnya untuk jenis Kredit Pemilikan Rumah (KPR), beberapa bank masih mencatat level SBDK dengan selisih hingga dua digit dengan tingkat bunga acuan BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR), terutama untuk bank-bank kecil.
Sementara bank-bank besar yang menguasai pasar KPR seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), dan bank-bank BUMN lain, selisih SBDK untuk KPR dengan bunga acuan sudah cukup sempit.
SBDK Bank BCA misalnya, tercatat 7,2% atau selisih 1,45 bps dengan BI7DRR. Sedangkan BTN mencatat SBDK untuk KPR di angka 7,29%, disusul Bank BNI dan Bank Mandiri yang memiliki SBDK KPR masing-masing sebesar 7,31%.
Pergerakan bunga kredit yang masih naik berlangsung di tengah pertumbuhan penyaluran kredit bank yang melambat. Pada September lalu, penyaluran kredit baru hanya. tumbuh 8,7%, melambat dari bulan sebelumnya sebesar 8,9%.
Pada saat yang sama, animo masyarakat menyasar pinjaman online yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan financial technology (fintech) baik dalam bentuk cash loan (pinjaman tunai) maupun pinjaman belanja (paylater), terlihat terus meningkat.
Otoritas Jasa Keuangan melaporkan, pada September lalu, nilai outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh fintech peer to peer lending naik 14,28% year-on-year mencapai Rp55,7 triliun.
(rui/aji)