Sementara itu, hilirisasi, sebuah proses meningkatkan nilai tambah suatu komoditas dengan mengubahnya menjadi barang jadi atau setengah jadi, akan membutuhkan bahan baku seutuhnya dari dalam negeri atau bisa juga menambahkan komponen dari luar negeri atau impor.
Hilirisasi akan membuka peluang kerja, meningkatkan nilai ekspor, memperbaiki neraca perdagangan dan menambah devisa, juga menarik investasi. Bagi komoditas nikel dan bauksit, investasi yang akan masuk adalah perusahaan-perusahaan smelter.
"Sayangnya hilirisasi yang dicanangkan Indonesia saat ini adalah hilirisasi yang dibarengi dengan pelarangan ekspor komoditas terkait. Hilirisasi pada dasarnya membutuhkan modal yang sangat besar, terutama dalam pembangunan smelter," tutur Hasran.
Memaksa perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun smelter akan menambah beban keuangan mereka.. Di saat yang bersamaan, perusahaan menghadapi potensi kerugian.
Besarnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk pembangunan smelter akan mendorong adanya monopoli, karena hanya perusahaan besar dan kuat secara finansial saja yang mampu membangun smelter.
“Hilirisasi yang ideal adalah meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri, dengan cara mengubahnya menjadi barang jadi atau barang antara. Namun, apabila ada perusahaan yang masih mau mengekspor bahan mentah maka hal tersebut tidak boleh dilarang,” ungkapnya. Salah satu caranya adalah dengan memberikan insentif fiskal maupun subsidi bagi perusahaan yang mau melakukan hilirisasi.
Apabila insentifnya menarik, perusahaan yang ada saat ini akan terdorong untuk membangun smelter. Investor baru akan datang untuk mendukung hilirisasi. Di saat yang sama, perusahaan yang hanya mampu mengekspor bahan mentah juga tetap mampu untuk beroperasi.
(rez/wep)