Brandstaetter mengatakan VW mungkin tidak akan menempuh langkah serupa. Tahun lalu, penjualan VW di China turun 3,6% menjadi 2,2 juta unit.
VW juga mendorong produk kendaraan listrik (EV) mereka di China dalam dua tahun ke depan. Audi Q4 e-tron dan ID.7 akan menjadi andalan. VW juga mempertimbangkan untuk menjual merek Skoda.
VW, pabrikan mobil terbesar Eropa, memperkirakan penjualan di China naik 28-30 juta unit pada akhir dekade ini. EV akan berkontribusi 30% dalam penjualan tahun ini.
Menurut Brandstaetter, pasar EV di China tumbuh sangat pesat. Ini didorong oleh harga listrik yang murah, ketersediaan stasiun pengisian daya, serta ada beberapa kota yang melarang kendaraan kecuali berbahan bakar listrik.
Pabrikan mobil lokal pun sangat cepat merilis model-model baru. Hanya butuh waktu 2,5 tahun, dibandingkan VW yang butuh 4 tahun.
“Jangan salah, ada alasan mengapa kami butuh waktu. Saat bicara soal kualitas, keberlanjutan, dan keandalan kendaraan, kami punya standar yang tinggi. Namun kami tentu akan beradaptasi,” kata Brandstaetter.
Pada Oktober lalu, VW mengumumkan investasi senilai US$ 2,3 miliar untuk proyek mobil tanpa pengemudi dengan menggandeng Horizon Robotics Inc dari China. Horizon akan mengerjakan perangkat lunak bernama Cariad untuk mendukung automasi, mengintegrasikan berbagai fungsi, serta membuat konsumsi energi lebih efisien.
Kurs acuan Bank Indonesia (BI) pada 16 Januari 2023 menunjukkan US$ 1 setara dengan Rp 15.019. Jadi investasi US$ 2,3 miliar sama dengan Rp 34,54 triliun.
“Teknologi di China mungkin akan semakin tidak kompatibel di Barat, demikian pula sebaliknya. Kami berangkat dari perbedaan teknologi tersebut,” kata Brandstaetter.
(aji)