Selain itu, Yeka mengatakan pihaknya menemukan pengurusan wajib tanam bawang putih oleh importir melalui oknum calo. Temuan sementara di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung bahwa ditemukan seorang calo yang mengelola wajib tanam bawang putih untuk 16 perusahaan importir bawang putih, baik produsen maupun umum. Keberadaan perantara atau calo juga layak diduga akan mengurangi proporsi biaya tanam yang diterima petani dari perusahaan, sehingga budidaya bawang putih melalui kebijakan wajib tanam tidak berjalan optimal.
“Terdapat modus importir yang tidak patuh terhadap ketentuan wajib tanam bawang putih setelah Surat Persetujuan Impor (SPI) miliknya terbit. Setelah dilakukan analisis, ternyata importir tersebut lebih memilih untuk membuat perusahaan baru untuk memohon impor di tahun berikutnya, daripada melaksanakan kewajiban wajib tanam bawang putih. Ini karena biaya untuk membuat perusahaan lebih rendah,” ungkap Yeka.
Adapun biaya membuat perusahaan baru diperkirakan sekitar Rp13 juta sementara biaya ideal untuk melakukan wajib tanam bawang putih per hektare bisa mencapai Rp70 juta. Modus ini menyebabkan tujuan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk bawang putih lokal menjadi tidak optimal.
Ombudsman RI juga menemukan adanya dugaan praktik pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih. Yeka menjelaskan, berdasarkan keterangan pelapor serta keterangan seorang importir pada saat pemantauan lapangan di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung, mereka mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum dari Kementerian Pertanian berkisar antara Rp200/kg hingga Rp250/kg untuk melancarkan penerbitan RIPH bawang putih yang sedang diurus.
Padahal ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura, tidak terdapat ketentuan mengenai biaya layanan RIPH.
Temuan lain, Yeka mengatakan penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan Pemerintah melalui Rakortas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Pada saat penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI pada 17 Oktober 2023, pihak Kementerian Pertanian telah menerbitkan sekitar 1,2 juta ton RIPH bawang putih. Sedangkan kebutuhan rencana impor sebagaimana ditetapkan pada Rakortas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tanggal 25 Januari 2023 adalah sebesar 561.926 ton.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa pengendalian impor komoditas bawang putih oleh Menteri Perdagangan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (legally non-binding), sehingga Kementan dapat menerbitkan RIPH bawang putih tanpa melihat instrumen pengendalian impor,” ujar Yeka.
Investigasi Atas Prakarsa Sendiri ini merupakan tindak lanjut dari LAHP yang telah diterbitkan Ombudsman RI mengenai Maladministrasi Pemberian Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih, pada 17 Oktober 2023. Hasil dari Investigasi ini nantinya Ombudsman akan memberikan saran dan tindakan korektif kepada pemerintah guna peningkatan kualitas layanan penerbitan dan pelaksanaan RIPH bawang putih.
Respons Menteri Pertanian
Merespons temuan Ombudsman tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meminta konfirmasi apakah pejabat yang terlibat dugaan maladministrasi berasal dari Kementerian Pertanian.
“Ada dari kementerian? Ada enggak dengan hubungannya dengan kementerian, maksud saya, mana tau ada staf ku terlibat," kata Amran saat ditemui usai agenda rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat Rabu (8/11/2023).
Kendati demikian, Amran mengimbau seluruh pejabat negara di sektor pertanian agar tidak menambah beban petani yang sekarang kesulitan di tengah kemarau ekstrim El Nino.
"Tolong aku minta tolong dengan segala kerendahan hati, seluruh anak bangsa yang terlibat di sektor pertanian jangan ganggu petani. Ini cukup tekanannya El Nino. Aku minta mohon kepada seluruh anak Bangsa yang bergerak di sektor pertanian jangan ditambah beban petani kita," tandasnya.
(dov/ain)