Pemberitahuan tersebut ditujukan sebagai fakta material kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), sebagaimana tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 31 Tahun 2015.
Sekretaris Perusahaan PGAS Rachmat Hutama mengatakan kondisi force majeure tersebut diperkirakan berlangsung hingga 2024. Dia tidak mendetailkan lebih jauh ihwal penyebab keadaan kahar tersebut.
Namun, dia mengklaim sejak pelaporan tersebut, perseroan belum melihat dampak signifikan terhadap kegiatan operasional perusahaan maupun kondisi keuangan.
"Pada saat pelaporan, belum terdampak atas kejadian atas informasi fakta materiel tersebut terhadap kegaiatan operasional perseroan," ujarnya dalam keterbukaan informasi, dikutip Rabu (8/11/2023).
Berdasarkan laporan keuangan perkuartal III-2023, perseroan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar US$198,49 juta atau setara dengan sekitar Rp3,16 triliun (kurs saat ini), atau turun 36,07% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau secara year on year (yoy) yang sebesar US$310,52 juta.
Namun, perseroan mencatat pendapatan usaha sebesar US$2,69 miliar (sekitar Rp42,89 triliun), atau naik tipis dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US2,64 miliar.
Pendapatan PGAS didominasi oleh pendapatan pihak ketiga yang mencapai US$1,61 miliar, yang berasal dari perniagaan gas bumi sebesar US$1,23 miliar, penjualan minyak dan gas bumi US$244,7 juta, dan transmisi gas sebesar US$76,65 juta.
(wdh/dba)