Setelah Yaman Utara dan Yaman Selatan bersatu pada tahun 1990, Houthi memulai serangkaian pemberontakan. Pada tahun 2014, mereka berhasil menguasai ibu kota Sana'a dan memulai perang saudara yang masih berlanjut hingga hari ini.
2. Apa yang memicu perang saudara di Yaman?
Pada tahun 2011, pemberontakan Arab Spring memaksa penguasa negara tersebut, Ali Abdullah Saleh, untuk turun dari jabatan setelah tiga dekade berkuasa. Dalam sebuah kesepakatan transisi yang didukung oleh Amerika Serikat, Presiden Abd Rabbuh Mansur Hadi menggantikannya, dan perundingan mempersiapkan landasan bagi konvensi konstitusi dan pemilu baru.
Namun, Houthi menolak rencana federal yang muncul dari perundingan tersebut. Pada 2014, pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar, memicu protes, dan Houthi menggulingkan pemerintahan Hadi, yang pasukannya masih menguasai bagian timur negara tersebut.
Iran, yang mayoritas penduduknya adalah Syi'ah, telah membantu Houthi. Sementara Arab Saudi, yang mayoritas penduduknya adalah Sunni, memberikan dukungan pada pemerintah. Kekerasan ini telah menghancurkan kehidupan warga Yaman, yang mengatakan bahwa kehidupan menjadi hampir tak tertahankan karena adanya serangan udara, keruntuhan ekonomi, dan meningkatnya kelaparan.
3. Ancaman apa yang ditimbulkan oleh kelompok Houthi di luar Yaman?
Houthi mulai menyerang Arab Saudi setelah Arab Saudi ikut campur dalam perang Yaman pada tahun 2015. Para analis mengatakan bahwa Houthi mendapatkan pelatihan, keahlian teknis, dan senjata yang semakin canggih, termasuk pesawat tanpa awak, rudal balistik, dan rudal jelajah, dari Iran dan sekutu Lebanon-nya, kelompok militan Syi'ah Hizbullah.
Amerika Serikat telah mengkategorikan Hamas sebagai kelompok teroris, tetapi mencabut label tersebut pada 2021 dengan alasan dapat berdampak buruk pada akses warga Yaman terhadap komoditas dasar seperti makanan dan bahan bakar.
Houthi telah menunjukkan bahwa mereka mampu mencapai target jauh di luar batas Yaman, merusak infrastruktur minyak Arab Saudi pada tahun 2019, membunuh tiga orang di emirat Abu Dhabi pada Januari 2022, dan menargetkan sebuah gudang minyak di kota pelabuhan Arab Saudi, Jeddah, dua bulan kemudian.
4. Apakah Houthi telah menyatakan perang terhadap Israel?
Houthi telah menyatakan Israel sebagai musuh. Dalam pernyataan yang disiarkan di televisi, juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, mengatakan bahwa gerakan tersebut menargetkan Israel dengan misil dan pesawat tanpa awak "untuk mendukung saudara-saudara kita yang tertindas di Palestina." Mereka mengatakan bahwa operasi tersebut akan terus berlanjut "hingga agresi Israel berhenti."
5. Apakah Houthi benar-benar bisa menyerang Israel?
Houthi mengklaim memiliki misil berbahan bakar cair dengan jangkauan 1.350 hingga 1.950 km, yang cukup untuk secara teoretis mencapai Israel - meskipun dari jarak yang cukup jauh. Yaman dan Israel, yang dipisahkan oleh Arab Saudi, memiliki jarak sekitar 1.580 km pada titik terdekat mereka.
Houthi mengatakan telah melakukan serangan ke Israel dengan pesawat tak berawak (drone) pada awal November.
Juru bicara Houthi, Yahya Saree mengatakan kelompok tersebut telah melakukan beberapa kali serangan serupa ke Israel. Pihak Amerika Serikat (AS) mengatakan pasukan angkatan lautnya di Laut Merah telah mencegah rudal yang ditembakkan Houthi ke arah Israel bulan lalu.
6. Bagaimana prospek perdamaian di Yaman?
Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya telah berupaya melakukan perundingan agar tercapai gencatan senjata permanen dalam konflik yang telah berlangsung selama delapan tahun ini. Houthi mengatakan bahwa mereka siap untuk bergabung dalam perundingan politik yang dipimpin oleh PBB, dengan beberapa syarat.
Namun, perundingan tersebut gagal ketika terjadi ketegangan antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, yang mulai mendukung kelompok-kelompok yang bersaing untuk menguasai negara tersebut.
(bbn)