Dengan kecenderungan tersebut, Zuhi pun berpendapat kans BBM nonsubsidi di Indonesia untuk kembali turun harga kembali terbuka lebar pada bulan terakhir tahun berjalan.
“Kita bisa expect harga pada Desember akan turun lagi untuk BBM [nonsubsidi], karena harga minyak menurun sedangkan kurs [dolar AS] menguat,” tuturnya.
Awal bulan ini, PT Pertamina (Persero) akhirnya menurunkan harga BBM nonsubsidi setelah naik setiap tanggal 1 selama dua bulan terakhir. Bensin jenis Pertamax turun Rp600/liter menjadi Rp13.400/liter dari bulan sebelumnya seharga Rp14.000.
Pertamax Turbo juga turun Rp1.100/liter menjadi Rp 15.500/liter, dari sebelumnya Rp16.600/liter. Selanjutnya, harga BBM keluaran terbaru Pertamina, yakni Pertamax Green 95 dipatok Rp15.000/liter atau turun Rp1.000 dari Oktober 2023 yang berada di harga Rp16.000/liter.
Harga BBM kelompok solar nonsubsidi, seperti Dexlite juga turun menjadi Rp16.950/liter dari sebelumnya Rp17.200/liter. Lalu, Pertamina Dex turun turun menjadi Rp17.650/liter dari bulan lalu yang dibanderol Rp17.900/liter.
Faktor Pemberat
Kepala Ekonom Josua Pardede sebelumnya menjelaskan masih terdapat sejumlah faktor yang dapat menurunkan harga minyak ke depan dan mencegahnya bergerak kembali ke level tertinggi.
Pertama, dolar yang masih berpotensi menguat saat ini akan menekan harga minyak, mengingat transaksi komoditas hampir seluruhnya menggunakan dolar sehingga penguatan dolar akan membuat minyak menjadi relatif lebih mahal bagi konsumen.
Kedua, pelemahan ekonomi China juga berpotensi menurunkan permintaan minyak mentah karena China merupakan konsumen terbesar minyak mentah global.
Ketiga, ekspektasi pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan pada 2024 diperkirakan tidak sebaik tahun ini.
“Dengan demikian, ini juga akan menjadi sentimen penekan harga minyak mentah ke depan,” ucapnya.
Hari ini, harga minyak light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember turun 4,3% dan ditutup di US$77,37/barel di New York, Selasa (7/11/2023) waktu setempat. Adapun, Brent untuk pengiriman Januari drop 4,2% menjadi US$81,61/barel.
Minyak dunia terjun ke titik terendah dalam lebih dari tiga bulan terakhir, dipicu oleh data perdagangan China yang lemah. Para investor juga meragukan apakah The Federal Reserve akan menghentikan kenaikan bunga acuan, yang menambah kerumitan pada prospek permintaan.
Penurunan harga minyak makin dalam pada sore kemarin, setelah WTI meluncur di bawah rata-rata bergerak 200 hari, mengindikasikan pelemahan jangka panjang yang sering memicu penjualan tambahan.
Dolar menguat, yang menjadikan komoditas tersebut lebih mahal bagi importir, setelah Gubernur Fed Minneapolis Neel Kashkari mengatakan masih terlalu dini untuk menyatakan kemenangan AS atas inflasi.
Di sisi pasokan, Rusia mengirim pasokan minyak mendekati tingkat tertinggi dalam lebih dari empat bulan, dan perang Israel-Hamas belum mengganggu aliran dari Timur Tengah saat memasuki bulan kedua.
Selain itu, perbedaan harga antara dua kontrak terdekat WTI menyempit ke tingkat terlemah sejak Juli, menunjukkan pasokan tetap cukup. Premi untuk jangka pendek menyusut hingga 13 sen, turun dari US$1,43 tiga pekan lalu, ketika kekhawatiran pasokan menjadi pikiran utama investor.
Pemangkasan pasokan yang terus-menerus dari pemimpin OPEC+ seperti Arab Saudi dan Rusia telah mendukung harga minyak pada Senin. Kedua negara tersebut menyatakan selama akhir pekan bahwa mereka akan melanjutkan pemotongan mereka hingga akhir tahun.
Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al-Ghais memperkirakan permintaan minyak akan tetap kuat, meskipun menghadapi tantangan ekonomi global.
(wdh)