Penyebabnya, tidak bisa dipungkiri, keberterimaan masyarakat Indonesia terhadap kendaraan yang diklaim ramah lingkungan masih relatif rendah.
Belum lagi, sebut Kukuh, jumlah fasilitas pendukung seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang masih sangat terbatas.
Demikian halnya dengan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) yang dikhususkan untuk kendaraan roda dua atau sepeda motor listrik.
Walakin, Kukuh optimistis penjualan mobil listrik akan ikut terkerek perlahaan, seiring dengan tumbuhnya perekonomian nasional.
Apabila pertumbuhan ekonomi 2023 bisa melampaui atau setidaknya sama dengan tahun sebelumnya, yaitu 5,31%, Kukuh yakin permintaan masyarakat terhadap kendaraan listrik akan meningkat dengan sendirinya.
"Tahun lalu, penjualan kendaraan bermotor, termasuk mobil listrik naik. Pertumbuhan ekonomi berhasil mencapai 5,3%. Kalau tahun ini [pertumbuhan PDB di atas 5%] bisa kembali tercapai, tentunya [penjualan] bisa naik kembali," ujarnya.
Gaikindo mencatat akumulasi penjualan mobil listrik di Tanah Air sepanjang 2022 mencapai 15.437 unit. Realisasi tersebut meroket 383,46% dibandingkan dengan penjualan 2021 sebanyak 3.193 unit.
Dari keseluruhan penjualan mobil listrik, sebanyak 10.327 unit merupakan mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV). Penjualan mobil listrik jenis ini melesat 1.407,59% dari tahun sebelumnya yang tercatat hanya 685 unit.
Pada 2022, mobil listrik jenis hibrida (hybrid) juga berhasil terjual 5.100 unit, meningkat 106,23% dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya sebanyak 2.473 unit.
Mobil listrik berbasis plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) pada 2022 hanya terjual 10 unit. Jumlahnya menurun 71,43% dibandingkan dengann 2021 yang sejumlah 35 unit.
Sampai saat ini, memang belum ada kejelasan mengenai skema insentif pembelian EV yang akan diberikan oleh pemerintah. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita hanya menyebut pemerintah sudah menyiapkan tiga alternatif kebijakan insentif tersebut.
Dia tidak mendetailkan bentuk insentif seperti apa yang kemungkinan akan diberikan oleh pemerintah. Bisa saja, skemanya berupa pemotongan pajak pertambahan nilai (PPN) atau mekanisme lain yang memungkinkan untuk diimplementasikan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, di sisi lain, sempat menyebut pemerintah akan memberikan potongan PPN mobil listrik dari 11% menjadi 1%.
Potongan tersebut bisa berlaku dengan skema pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP).
Adopsi Lambat
Di sisi lain, kalangan pakar menilai penjualan mobil listrik memang mengalami peningkatan, tetapi adopsi EV di Indonesia terbilang lambat. Hal itu terlihat dari pangsa pasar kendaraan listrik, baik roda dua maupun roda empat, yang masih sangat kecil.
"Walaupun penjualannya terlihat meningkat tajam, pangsa pasar kendaraan listrik masih kurang dari 1% dari jumlah kendaraan yang terjual setiap tahunnya," ujar Direktur Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam acara Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023 yang disiarkan secara daring, Selasa (21/02/2023).
Menurut Fabby, faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya adopsi kendaraan listrik—khususnya mobil listrik—di Indonesia adalah terbatasnya infrastruktur pengisian daya dan tingginya harga jual, terutama untuk mobil listrik.
"Masyarakat juga masih mengkhawatirkan kinerja dari kendaraan listrik. Jarak tempuh yang dapat dicapai oleh kendaraan tersebut sekali pengisian menjadi pertimbangan," ungkapnya.
IESR merekomendasikan pemerintah untuk menempuh beberapa kebijakan untuk mengoptimalkan pertumbuhan adopsi kendaraan listrik alih-alih sekadar pemberian insentif untuk menarik minat masyarakat.
Beberapa di antaranya yakni percepatan integrasi rantai industri kendaraan listrik, standarisasi baterai, dan penyediaan insentif bagi pengembangan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
Mengutip riset IESR sebelumnya, rerata biaya mobil listrik di Indonesia mencapai di atas Rp700 juta. Jiika insentif digelontorkan senilai Rp80 juta, rerata harga mobil listrik menjadi sekitar Rp600 juta.
Permasalahannya, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki mobil internal combustion engine (ICE) seharga lebih dari Rp500 juta hanya 1% dari seluruh populasi kendaraan.
Lembaga tersebut menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif bagi kendaraan roda dua listrik karena mayoritas penduduk Indonesia adalah pengguna sepeda motor yang ditaksir mencapai sekitar 120 juta unit atau sekitar 50 dari total populasi kendaraan di seluruh negeri.
Sepeda motor mendominasi populasi kendaraan terdaftar di Indonesia pada 2020 dengan total 115 juta unit atau 84,49 persen dari populasi 136 juta unit, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Disusul mobil penumpang, mobil barang, dan bus masing-masing sebanyak 15,79 juta unit, 5,08 juta unit, dan 233.000 unit.
Sekadar catatan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menyebut jumlah insentif pembelian EV kemungkinan akan bervariasi untuk jenis kendaraan yang berbeda; mobil listrik rencananya diberikan insentif senilai Rp 80 juta, sedangkan jenis yang hibrida ditetapkan masing-masing sekitar Rp 40 juta.
Dalam sebuah kesempatan pada 14 Desember 2022 di Brussel, dia memerinci pembelian sepeda motor listrik juga akan diberikan insentif sekitar Rp8 juta, sedangkan sepeda motor yang dikonversi ke sepeda motor listrik mendapat sekitar Rp5 juta.
(rez/wdh)