Empat provinsi di Jawa masih menjadi penyumbang utama PDB Indonesia. Masing-masing adalah DKI Jakarta (16,62%), Jawa Timur (14,6%), Jawa Barat (12,79%), dan Jawa Tengah (8,3%).
Selama hampir 10 tahun, dominasi Jawa juga relatif kokoh. Pada 2015, porsi Jawa terhadap pembentukan PDB nasional adalah 58,29%.
Jadi sejak 2015 hingga kuartal III-2023, peran Jawa hanya berkurang 1,17 poin persentase.
Sulawesi dan Maluku-Papua Menyeruak
Di wilayah lain, porsi Sumatera terhadap PDB nasional pada 2015 dibandingkan kuartal III-2023 berkurang 0,35 poin persentase. Kemudian Kalimantan berkurang 0,07 poin persentase.
Pada periode yang sama, kontribusi Sulawesi naik 1,33 poin persentase. Sementara Bali-Nusa Tenggara turun 0,26 poin persentase. Lalu Maluku-Papua naik 0,22 poin persentase.
Oleh karena itu, bisa dibilang dominasi Jawa (dan Sumatera) mulai tergerus oleh Sulawesi dan Maluku-Papua. Sepertinya ini juga buah dari jargon Jokowi yang lain, yaitu hilirisasi.
Sulawesi dan Maluku-Papua adalah wilayah yang kaya sumber daya alam, salah satunya nikel. Kebijakan Jokowi yang melarang ekspor bijih nikel (nickel ore) membuat investasi di pemurnian produk tambang, alias smelter, pada dua wilayah itu menjadi semarak. Hasilnya, aktivitas ekonomi meningkat.
Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordianasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan realisasi investasi hilirisasi sepanjang Januari-September 2023 mencapai Rp266 triliun. Angka ini sekitar 25,3% dari total realisasi investasi.
“Kalau bisa 30% lebih baik. Namun 25% pun sudah bagus,” ujar Bahlil dalam konferensi pers bulan lalu.
Sepanjang Januari-September 2023, Sulawesi Tengah berada di peringkat empat nasional dalam hal realisasi investasi asing (Penanaman Modal Asing/PMA) dengan nilai Rp83,6 triliun. Hanya kalah dari Jawa Barat (Rp 153,2 triliun), DKI Jakarta (Rp 130,3 triliun), dan Jawa Timur (Rp100,1 triliun).
"Kawasan Timur lebih dipercaya asing. Kamu jangan main-main, kita di Indonesia Timur sungguh mati. Muka boleh seram tapi investasi ramah," kata Bahlil.
(aji)