Terlebih, masalah penuaan lahan dan program replanting yang jalan di tempat merupakan salah satu alasan turunnya tren produksi minyak sawit Indonesia, meski negara ini masih merupakan produsen CPO nomor wahid dunia.
Di lain sisi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut mandatori biodiesel berpotensi menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Terlebih, konsumsi BBM di Indonesia pada tahun lalu menembus lebih dari 1.100 million barrel oil equivalent (MBOE), naik 30% dalam satu dekade sebelumnya.
“Hal itu dipicu kenaikan konsumsi BBM di sektor industri dan transportasi,” ujar Arifin melalui pernyataan resmi kementerian awal Oktober.
Menurut Arifin, sebagian besar dari konsumsi BBM domestik masih dipenuhi dari impor, khususnya untuk bensin. Impor bensin tahun lalu menembus 138 juta barel, naik dari hanya 123 juta barel pada 2015. Untuk itu, dia menyebut dependensi RI terhadap impor BBM akan membahayakan ketahanan energi nasional.
Guna mengatasi hal tersebut, Arifin menyebut pemerintah berupaya memacu adopsi bahan bakar nabati (BBN), dengan bahan baku yang dimiliki oleh Indonesia. Misalnya, minyak kelapa sawit yang menjadi bahan dasar solar ramah lingkungan atau biodiesel.
Untuk program biodiesel, lanjutnya, pemerintah telah meningkatkan standar bauran dari hanya 2,5% pada 2008 menjadi 35% atau B35 mulai Februari 2023. Tahun depan, mandatori akan ditingkatkan menjadi B40.
"Implementasi program biofuel juga dimaksudkan untuk mengurangi emisi hingga 31,9% di bawah [skema] BAU [business as usual] pada 2030, dan memenuhi target bauran energi sebesar 23% pada 2025," ujarnya.
Produksi Drop
Sekadar catatan, data terakhir Gapki menunjukkan produksi minyak kelapa sawit RI mencapai 4,22 juta ton pada Agustus 2023 atau drop 11,5% dibandingkan dengan capaian sebanyak 4,77 juta ton pada Juli, yang merupakan periode musim produksi.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengelaborasi akumulasi produksi Agustus tersebut terdiri atas CPO sebanyak 3,88 juta ton dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) sejumlah 366.000 ton.
Meskipun demikian, secara tahunan sampai Agustus 2023, produksi minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan sejumlah 4,67 juta ton atau 14,8% menjadi 36,28 juta ton dibandingkan dengan produksi 2022 yang hanya sebanyak 31,60 juta ton.
Di lain sisi, total konsumsi minyak sawit dalam negeri pada Agustus 2023 sebesar 2,03 juta ton atau lebih tinggi 14,8% dari konsumsi Juli 2023 sebanyak 1,75 juta ton.
"Kenaikan ini terjadi terutama akibat kenaikan penggunaan untuk biodiesel sebesar 237.000 ton menjadi 956.000 atau naik 33% pada Agustus dari 719.000 ton pada Juli 2023," kata Mukti dalam laporan terbaru Gapki yang dilansir akhir Oktober.
Sementara itu, kenaikan permintaan juga terjadi untuk pangan menjadi 898.000 ton pada Agustus 2023 dari 853.000 ton bulan sebelumnya. Adapun, konsumsi minyak sawit untuk oleokimia turun 2.000 ton pada rentang yang sama.
Dari sisi ekspor, total pengapalan CPO pada Agustus 2023 mencapai 2,07 juta ton atau turun sebesar 41% dari Juli 2023 yang sebanyak 3,51 juta ton.
"Penurunan ekspor ini lebih disebabkan oleh rendahnya produksi dan penyerapan dalam negeri yang tetap naik secara konsisten," jelas Mukti.
Dengan total ekspor tersebut, nilai ekspor yang dicapai pada Agustus 2023 diperkirakan mencapai US$1,68 miliar. Angka ini berada jauh di bawah nilai ekspor Juli 2023 sebesar US$2,91 miliar.
Dengan estimasi stok awal Agustus 2023 adalah 3,12 juta ton dengan produksi turun 11,5% dan konsumsi naik 15,9%, maka stok akhir minyak sawit Indonesia diperkirakan sekitar 3,24 juta ton.
(wdh)