Selain itu, KAI Commuter juga akan mencari pendanaan melalui penyertaan modal negara (PMN) dan penyesuaian atau perubahan public service obligation (PSO).
Dana tersebut akan digunakan untuk peremajaan atau penambahan teknologi baru kepada 19 rangkaian kereta (trainset) yang sudah ada (retrofit) dan pembelian 19 trainset baru.
Adapun untuk retrofit KAI Commuter dan PT INKA (Persero) telah menandatangani Kontrak Kerja Sama Pekerjaan Retrofit Sarana Kereta Rel Listrik (KRL) sebanyak 19 rangkaian (trainset) KRL senilai Rp2,2 triliun.
Ketika ditanya perihal produk INKA berupa LRT Jabodebek yang ramai menerima kritik, Anne enggan berkomentar lebih lanjut perihal sisi teknis dari LRT karena teknologi yang digunakan berbeda dengan KRL.
Selain itu, retrofit merupakan proses untuk menambah teknologi baru dengan rangka kereta yang sudah ada (existing). Dengan kata lain, penumpang tidak perlu khawatir tentang perubahan aspek fisik KRL.
“Kita udah punya (rangka) yang eksisting. yang baru kan teknologi, ini berkaitan efisiensi penggunaan listrik, maintenance, itu juga terjadi dengan kereta yang dioperasikan,” ujar Anne.
Tahun ini, KAI Commuter akan melakukan proses retrofit sebanyak empat rangkaian yang terdiri dari tiga rangkaian seri Metro 05 dan satu rangkaian seri Metro 6000. Dengan proses pengerjaan retrofit akan membutuhkan waktu selama 13-15 bulan.
Sementara untuk pembelian kereta baru, KAI Commuter akan menerapkan dua skema, yakni melalui pengadaan 16 trainset dari PT Industri Kereta Api (INKA) dan impor 3 trainset baru.
KAI Commuter dan INKA juga telah menyepakati kontrak pengadaan 16 trainset KRL dengan nilai Rp3,8 triliun yang akan dipenuhi mulai 2025.
Terakhir, trainset impor yang akan didatangkan KAI Commuter memiliki stamformasi 12 gerbong. Artinya, KAI Commuter akan memesan sebanyak total 36 gerbong dari luar negeri. Kendati demikian, Anne belum memberikan penjelasan asal negara dari kereta yang akan diimpor.
(dov/ain)