Logo Bloomberg Technoz

Harapan ini makin diperkuat oleh rilis data pasar tenaga kerja (Non-farm Payrolls/NFP) pada Jumat bahwa ekonomi AS di Oktober membuka lapangan kerja yang lebih kecil dari ekspektasi.

Sementara berbagai rilis data ekonomi AS belakangan ini juga memberi indikasi perlambatan ekonomi sehingga meredakan tekanan atas Federal Reserve untuk melanjutkan kenaikan suku bunga.

Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, Pasar Kontrak Berjangka (Futures) Federal Fund Rate (FFR) memberi indikasi 85% probabilitas Federal Reserve sudah selesai menaikkan suku bunga, dan 80% peluang bahwa Federal Reserve akan mulai memangkas suku bunga di bulan Juni 2024.

“Pasar Futures juga melihat 89% probabilitas Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan mulai melonggarkan kebijakan moneter paling cepat bulan April 2024 sementara penurunan suku bunga acuan yang pertama oleh Bank of England (BOE) diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus 2024,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, informasi lebih lanjut tentang bagaimana para pembuat kebijakan Bank Sentral AS melihat laju inflasi mungkin akan terlihat pekan ini, di mana Gubernur The Fed Jerome Powell, dan Gubernur Bank of England Andrew Bailey akan berpidato.

"Ada alasan lebih bagi para investor untuk lebih optimistis bahwa The Fed mungkin sudah selesai dengan kenaikan suku bunga acuan, tetapi kita tidak boleh lengah," kata Vasu Menon, Direktur Manajemen Strategi Investasi OCBC Bank Singapore, oleh Bloomberg Television.

Sementara itu, pada kesempatan terpisah, David Donabedian, Chief Investment Officer di CIBC Private Wealth US memaparkan, The Fed masih terus memantau situasi di lapangan.

"Kami memperkirakan, pergerakan di sisa tahun ini masih akan bergejolak mengikuti arah pergerakan suku bunga acuan," imbuh David.

Dari dalam negeri, investor mencerna rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2023 yang memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan melambat ke level terendah dalam dua tahun seiring dengan semakin lesunya kinerja ekspor dan pelemahan pada tingkat konsumsi rumah tangga.

BPS memaparkan, PDB tumbuh 4,94% secara tahunan (year-on-year/yoy), melambat dari pertumbuhan 5,17% yoy pada kuartal II-2023 serta lebih rendah dari ekspektasi pasar, 5.50% yoy dan prediksi Pemerintah, 5.10% yoy.

Konsumsi rumah tangga dalam negeri hanya tumbuh 5,06% yoy, melambat dari sebelumnya 5,22% yoy di kuartal II-2023.

Lebih lanjut, kontraksi pada ekspor semakin parah menjadi -4,26% yoy dari sebelumnya -2,97%yoy. Belanja Pemerintah justru berubah arah, menjadi kontraksi 3,76% yoy dari kenaikan positif 10,6% yoy pada kuartal II-2023.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 1,3% ke 6.878 disertai dengan adanya peningkatan volume pembelian dan mampu menembus cluster MA-20 dan MA-200.

“Posisi IHSG saat ini diperkirakan sedang berada di awal wave (iii) dari wave [iii], sehingga IHSG berpeluang untuk menguji 6.881-6.938,” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (7/11/2023).

Herditya juga memberikan catatan, namun demikian, tidak menutup kemungkinan akan adanya pull-back dalam jangka pendek ke rentang 6.776-6.809.

Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut ADRO, BBCA, MAPA dan PTRO.

Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi bergerak konsolidasi di pivot 6.850 di perdagangan Selasa (7/11).

“Penguatan IHSG di Senin (6/11) sudah memasuki overbought area. Sehingga, IHSG diperkirakan konsolidasi di pivot level 6.850 di Selasa (7/11),” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham ADRO, INDY, BRPT, ANTM, ICBP, INKP dan AKRA.

(fad)

No more pages