Jimly sendiri menilai bahwa hal yang diajukan oleh Denny Indrayana cukup masuk akal. Hal ini yang membuat MKMK memilih menyampaikan putusan sebelum tanggal perubahan bakal capres-cawapres yakni 8 November 2023.
"Kami runding, masuk akal itu. Oke, untuk, kalau misalnya kita tolak itu timbul kecurigaan juga 'waduh ini sengaja berlindung di balik prosedur jadwal'," kata Jimly di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Yang menjadi kendala adalah, tanpa adanya preseden dan juga adanya azas res judicata pro veritate habetur maka putusan hakim harus dianggap benar. Selain itu putusan hakim dianggap final dan mengikat.
Hal tersebut juga diterakan dalam Putusan MK Nomor 105/PUU-XIV/2016. Dalam putusan itu disebutkan bahwa putusan hakim merupakan akhir proses persidangan untuk menyelesaikan perkara yang diajukan. Oleh karena itu harus dihormati dan dilaksanakan.
Terkait hal ini, pakar Hukum Tata Negara Prof. Sri Soemantri dalam tulisannya mengatakan bahwa putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu artinya tidak ada upaya hukum yang tersedia, baik itu kasasi atau peninjauan kembali (PK).
Dengan demikian, berdasarkan hal ini, maka sekalipun MKMK memutuskan adanya pelanggaran kode etik oleh Anwar Usman maka bukan berarti bisa mengubah putusan MK yang membuat Gibran Rakabuming Raka yang baru berusia 36 tahun itu bisa maju di pilpres.
Anwar Usman bisa saja dikenakan pelanggaran ringan, sedang maupun berat. Namun sanksi terhadap dirinya apabila dijatuhkan tak berpengaruh pada putusan yang sudah diketok oleh hakim lantaran putusan final dan tidak bisa dianulir oleh lembaga manapun.
Senada, pakar Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad memperkirakan putusan MKMK tidak akan berimplikasi pada putusan MK yang dipersoalkan saat ini. Apalagi menurut dia, apabila putusan MK dianggap tidak sah akan menjadi preseden yang kurang kondusif. Artinya, bisa akan ada kejadian serupa dan hal itu bisa menyebabkan ketidakstabilan. Padahal MK akan memutus banyak perkara pemilu pada waktu berikutnya.
Dia memperkirakan, sekalipun misalnya ada putusan pelanggaran etik maka rekomendasi putusan bisa pada perbaikan etika hakim.
"Tidak dibatalkan tetapi kemudian hanya disarankan bahwa nanti ke depan jangan begitu, (MK) hanya diingatkan diingatkan ke depan jangan begitu. Artinya dengan proporsi prosedur yang dimiliki dan implikasi yang ada maka teguran atau penguatan untuk memberikan perbaikan etika dan kehormatan hakim itu akan terjadi tetapi untuk putusan saya kira tidak akan berimplikasi,” kata Suparji pada Sabtu (4/11/2023).
Ditambahkannya, apabila memang perlu untuk menyelamatkan lembaga pengawal konstitusi, maka seharusnya MKMK tak kaku dan perlu ada putusan yang bersejarah meski tanpa ada preseden.
"Kita tentu berharap banyak kepada MKMK untuk ke luar dari jebakan prosedural, hukum positivistik yang kaku. Lalu menancapkan tonggak sejarah, menjadi penyelamat kehormatan dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi. Kita tahu kapasitas dan integritas Majelis Kehormatan MK yang mulia," tutup Denny.
Apabila MKMK mengabulkan permohonan Denny seluruhnya maka putusan MK bisa dianggap dianulir. PKPU tak lagi harus merujuk putusan MK dan harus dilakukan perubahan dalam pasal batas usia capres-cawapres itu. Hal ini sebagaimana permintaan Denny, akan bisa berimplikasi pada pencalonan Gibran yang sudah didaftarkan ke KPU.
(ezr)