Catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti dimuat di kanal Sikapi Uangmu, dalam 10 tahun terakhir produk unitlink telah mencetak pertumbuhan hingga 10.000%, jauh meninggalkan asuransi konvensional yang hanya mampu tumbuh 380%. Namun, keluhan terhadap unitlink juga semakin menggunung.
Pada 2019, OJK menerima aduan sekitar 360 terkait unitlink. Setahun kemudian, jumlah aduan melonjak 65%. Beberapa nasabah asuransi unitlink yang merasa dirugikan bahkan mengadu dan melaporkan juga ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menyusul semakin banyaknya keluhan terkait unitlink, OJK akhirnya tergerak untuk melakukan evaluasi. Tahun lalu, regulator sektor keuangan itu merilis Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) alias unitlink.
Produk [unitlink] ini memang sudah salah dari awal, sebaiknya bila terlanjur masuk [berinvestasi] segera keluar [cutloss] secepatnya
Freddy Pieloor, Insurance Broker dan Financial Planner
Aturan itu menuntut perusahaan asuransi untuk meregistrasi ulang produk unitlink mereka, membenahi transparansi dan memperbaiki penerapan etika pemasaran di lapangan. Aturan itu memberikan waktu adaptasi pada perusahaan asuransi selama setahun. Masa transisi adaptasi itu berakhir bulan ini.
Insurance Broker dan Financial Planner Freddy Pieloor menilai, langkah OJK membenahi kisruh unitlink tidak akan terlalu banyak berdampak pada masyarakat. Pasalnya, dari awal produk unitlink ini memang problematis bagi konsumen. “Unitlink itu produk untuk kepentingan perusahaan asuransi dan agen, bukan untuk konsumen. Tidak ada untungnya bagi konsumen,” tegas Freddy.
Kegalauan nasabah unitlink
Masyarakat, menurut Freddy, perlu kritis dengan menghindari produk-produk keuangan bermasalah supaya tidak semakin banyak muncul kerugian.
Di berbagai media sosial, ada banyak sekali kelompok nasabah yang merasa menjadi korban unitlink. Di Facebook, misalnya, ada fanpage Lentera Asuransi Indonesia yang dirintis oleh Freddy, berisi ribuan orang yang mengaku merasa dirugikan juga oleh produk unitlink tersebut.
Kebanyakan keluhan masyarakat yang merasa jadi korban unitlink bermuara pada kekecewaan terkait dana premi yang telah disetorkan. Setoran premi yang diharapkan bisa tumbuh sebagai investasi, nyatanya tidak berkembang bahkan merugi sehingga nasabah merasa kehilangan uang.
Dana investasi di unitlink yang hilang sejatinya tidak bisa dilepaskan dari karakteristik unitlink sebagai produk investasi yang juga memiliki fitur asuransi. Sebagai produk investasi, unitlink memiliki risiko penurunan nilai investasi, bahkan sangat mungkin terjadi nilai investasi habis karena performa aset dasar unitlink anjlok.
Data Infovesta Utama, sepanjang 2022 kinerja unitlink terbilang buruk. Tingkat imbal hasil atau return rate unitlink saham atau equity unitlink tercatat minus 3,62%. Sedangkan unitlink campuran atau balanced unitlink turun 0,42%. Hanya unitlink pendapatan tetap (fixed income unitlink) yang mampu tumbuh positif 0,11%.
Karena kompleksitas produk hibrida ini, pada akhirnya membuat banyak kalangan “merasa terjebak” dan galau, apakah akan terus melanjutkan berinvestasi di produk tersebut atau menulis polis saja dengan konsekuensi kerugian yang sudah di depan mata.
“Saya ikut unitlink dari 2011, sampai sekarang jumlah saldonya tidak seperti yang digembar-gemborkan oleh sales-nya. Mereka dulu bilang setelah 8 tahun akan tinggi hasilnya, malah jauh banget sekarang sangat sedikit [hasilnya]. Jadi bimbang mau berhenti atau tidak,” ungkap salah seorang nasabah asuransi unitlink dari perusahaan asuransi terkenal yang enggan disebut namanya.
Seorang nasabah unitlink lain juga menghadapi dilema serupa. “Duit di unitlink ini sebenarnya saya harapkan bisa untuk bekal hari tua karena saya percaya sekali dengan nilai investasi yang akan saya dapatkan. Tapi, ternyata tidak sesuai harapan dan sepertinya saya akan tutup saja,” ceritanya.
Lanjut atau Tutup?
Banyak nasabah unitlink yang terjebak kegalauan apakah hendak menutup polis atau melanjutkan saja. Bila menghentikan atau membatalkan polis, banyak nasabah yang bimbang mengingat premi yang dibayarkan sudah cukup besar. Sebaliknya bila melanjutkan polis, nasabah juga banyak yang melihat kinerja unitlink tidak sesuai harapan. Uang yang diinvestasikan ternyata merugi, dan lain sebagainya.
Freddy berpendapat bila kepesertaan unitlink Anda baru sebentar, dua atau tiga tahun, sebaiknya Anda tutup atau batalkan polis saja. “Karena produk [unitlink] ini memang salah dari awal, sebaiknya segera keluar secepatnya,” tegasnya.
Bila Anda membutuhkan produk asuransi, kata Freddy, lebih baik langsung membeli produk asuransi tradisional yang lebih efektif memberikan proteksi. Dari sisi premi juga jauh lebih ekonomis.
Hal yang sama berlaku bila Anda ingin berinvestasi, tempatkan dana di produk investasi. Misalnya ke reksa dana secara langsung alih-alih ke unitlink.
Sebagai perbandingan, bila Anda berinvestasi ke reksa dana melalui manajer investasi, Anda cukup dikenakan biaya subscription, redemption dan management fee juga custody fee.
Sebaliknya, bila berinvestasi di reksa dana melalui unitlink yang dilansir oleh perusahaan asuransi, selain biaya-biaya di atas, kata Freddy, Anda juga akan terkena biaya untuk perusahaan asuransi.
“Biayanya banyak dan jelas lebih mahal dibanding langsung berinvestasi di reksa dana atau produk investasi lain,” kata Freddy.
(rui/aji)