Logo Bloomberg Technoz

“Ini semua adalah tentang kegagalan panduan masa depan. Saham-saham teknologi besar dihargai dengan harga yang sangat tinggi, sehingga membuat para investor kecewa setelah perusahaan-perusahaan itu gagal,” kata Scott Colyer, kepala eksekutif Advisors Asset Management. 

Saham-saham teknologi saat ini tengah goyah. Tujuh saham teknologi terbesar atau Big Tech telah turun rata-rata sekitar 9% dari level tertinggi 52 minggu. Bahkan Apple telah kehilangan lebih dari US$300 miliar (sekitar Rp4.710 triliun) nilai pasarnya.

Aksi jual telah membuat valuasi menjadi lebih murah, namun saham-saham ini terpantau masih mahal. Saham juga diselimuti ekspansi yang tidak pasti di masa depan. Para investor enggan untuk membeli saham-saham ini.

Saham-saham dari tujuh perusahaan terbesar di Indeks S&P 500 dihargai rata-rata 31 kali lipat dari proyeksi laba, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, atau hampir dua kali lipat dari 493 saham lainnya dalam indeks ini.

Laba untuk tujuh perusahaan terbesar di S&P 500 — Apple, Microsoft Corp, Alphabet, Amazon.com Inc, Nvidia Corp, Meta, dan Tesla — berada pada jalur yang tepat untuk meningkat 50%, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg Intelligence.

Meskipun Tesla tidak melaporkan laba, grup ini siap untuk melampaui estimasi kenaikan 36%. Hal ini diperkirakan dicapai sebelum musim laporan keuangan dimulai. Sementara Nvidia adalah yang terakhir melaporkan pada 21 November.

Proyeksi Kinerja Big Tech yang terdiri dari 7 perusahaan teknologi AS. (Dok: Bloomberg)

Bagi Keith Lerner, wakil kepala investasi Truist Advisory Services, tekanan pada Big Tech merupakan pertanda bahwa koreksi pada S&P 500 hampir mencapai puncaknya.  Hasil yang outperformance dalam dua bulan terakhir tahun ini, cenderung merupakan saat yang tepat untuk saham.

“Kita berada dalam periode musiman yang lebih baik untuk pasar, suku bunga stabil, data ekonomi beragam, dan berita optimis tentang AI,” katanya.

“Dengan banyaknya investor yang berkinerja buruk, sebagian karena tertinggal pada sektor teknologi di awal tahun ini, kami rasa kami dapat melihat beberapa investor memburu sektor teknologi hingga akhir tahun karena takut tertinggal.”

Tentunya, sektor teknologi di S&P 500 masih memiliki premi hampir 36% dari indeks berdasarkan harga saham ke depan, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg Intelligence.

Itu sebabnya Colyer mengatakan bahwa ia masih melihat lebih banyak kesulitan di masa depan untuk saham-saham dengan pertumbuhan lebih besar — yang mungkin telah melampaui diri mereka sendiri.

Perusahaannya, Advisors Asset Management, memilih memiliki saham Microsoft karena yakin bahwa investasi kecerdasan buatan yang besar oleh perusahaan akan membuahkan hasil.

“Ada banyak hype tentang AI, tetapi tidak semua perusahaan siap untuk pasar,” kata dia.

“Saham-saham mungkin akan menguat hingga akhir tahun, tetapi saya tidak akan mengatakan bahwa ini adalah sebuah kepastian untuk saham-saham teknologi atau bahkan pasar yang lebih luas.”

Pergerakan saham perusahaan big tech di pasar saham AS. (Dok: Bloomberg)

Setelah S&P 500 mencatat tiga penurunan bulanan berturut-turut, indeks ini meraih minggu terbaiknya di tahun 2023 pasca bank sentral AS atau Federal Reserve mengisyaratkan pada hari Rabu bahwa kenaikan yield Treasury jangka panjang akan mengurangi dorongan untuk menaikkan kembali tingkat bunga.

Namun, ‘peperangan’ antara saham teknologi dan imbal hasil obligasi dapat berlanjut dalam beberapa minggu ke depan. Ini berpotensi merugikan para manajer investasi yang baru saja terjun kembali ke perusahaan-perusahaan besar AS pasca yield turun.

“Semuanya dapat berubah dalam sekejap jika ada gejolak ekonomi atau geopolitik, yang secara langsung akan berdampak pada saham-saham secara luas namun tidak mengabaikan bahaya yang melekat pada pasar yang tertuju pada perusahaan-perusahaan teknologi,” ujar Max Wasserman, manajer portofolio senior di Miramar Capital.

“Jadi berhati-hatilah dan jangan terlalu optimis pada perusahaan-perusahaan teknologi besar.”

Valuasi perusahaan big tech di pasar saham AS. (Dok: Bloomberg)

(bbn)

No more pages