“Makanya, [sumur-sumur minyak di Indonesia] dipompa sebanyak-banyaknya supaya volume [produksi] minyak semaksimal mungkin. Masalahnya, kita cuma punya 15.000 sumur yang dikembalikan lahannya dan belum dikerjakan,” terang Arifin.
Saat ini, Kementerian ESDM sedang memetakan mana saja sumur minyak yang akan diprioritaskan untuk dipompa, dengan harapan masing-masing dari 15.000 sumur tersebut dapat menambah produksi setidaknya 5.000 bph.
“Pertamina baru bisa mengerjakan 2.000 sumur dari 15.000 itu. Makanya, kami minta dipercepat, mana yang diprioritaskan untuk segera dipegang Pertamina dan mana yang [akan dikerjasamakan] dengan swasta. Intinya supaya bisa mengoptimalkan itu.”
Dua Sumur Prioritas
Arifin menyebut satu-satunya harapan pemerintah agar masih bisa mengejar target lifting 660.000 bph adalah dengan memompa sumur-sumur minyak nonkonvensional (MNK), salah satunya di Gulamo, Riau yang merupakan bagian dari Blok Rokan.
Selain di Gulamo, pengeboran sumur MNK akan dilakukan juga di Kelor pada Desember. “Dua [Gulamo dan Kelor] ini dahulu tahun ini. Tahun depan kita lihat lagi. Namun, sejauh ini indikasinya sih ada harapan di Gulamo karena sudah selesai [dibor] 9.000 kaki.”
Terkait dengan harga minyak dunia yang berisiko kembali mengalami anomali, Arifin menilai Indonesia tidak perlu terlalu khawatir lantaran fluktuasi harga merupakan hal yang lumrah saat ini.
“Ya [harga minyak] kan pernah US$90—US$92 per barel ya, sekarang balik lagi US$86/barel, jadi fluktuasi. Jadi, ini juga turun naik belum tentu ya. Fluktuasi harga minyak internasional ya.”
Pagi ini, harga Brent untuk penyelesaian Januari naik 0,4% menjadi US$85,21/barel, sedangkan WTI untuk pengirim Desember naik 0,6% menjadi US$80,96 per barel.
Di tingkat global, Arab Saudi dan Rusia menegaskan kembali akan tetap membatasi pasokan minyak lebih dari 1 juta barel per hari hingga akhir tahun, meskipun gejolak di Timur Tengah mengganggu pasar global.
Para pemimpin koalisi OPEC+ mengumumkan rencana tersebut dalam pernyataan resmi terpisah pada Minggu. Riyadh telah memotong produksi minyak mentah harian sebesar 1 juta barel dan Moskwa membatasi ekspor sebanyak 300.000 barel, di luar pemangkasan sebelumnya yang dilakukan bersama dengan negara-negara OPEC+ lainnya.
Berdasarkan pernyataan via Saudi Press Agency, Arab Saudi akan meninjau volume produksinya bulan depan dan akan mempertimbangkan untuk "memperpanjang pemangkasan, memperdalam pemangkasan, atau meningkatkan produksi."
Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengulangi komentar Arab Saudi mengenai kebijakan produksi di masa depan dalam pernyataan terpisah.
Harga minyak telah berfluktuasi dalam beberapa pekan terakhir karena kekhawatiran bahwa konflik antara Israel dan Hamas dapat meningkat menjadi konflik regional yang lebih luas, yang melibatkan produsen minyak besar seperti Iran. Kontrak berjangka Brent ditutup di bawah US$85/barel di London pada Jumat.
Konflik yang lebih luas dapat mendorong Arab Saudi dan Rusia untuk merevisi pemangkasan yang telah direncanakan, menurut International Energy Agency (IEA), yang telah memperingatkan tentang risiko yang ditimbulkan oleh harga bahan bakar tinggi terhadap inflasi dan ekonomi global.
Namun, untuk saat ini, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya berniat untuk menjaga pasokan tetap terkendali.
(wdh)