Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Sejumlah pakar mengungkapkan kekhawatiran soal kepastian hukum jelang diumumkannya penilaian Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan dibacakan 7 November mendatang.

Jika putusan MK dianggap tidak sah oleh MK, dikhawatirkan ke depannya jika ada kejadian yang serupa MKMK akan dengan mudah membatalkan putusan MK.

Pakar Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad memperkirakan putusan MKMK tidak akan berimplikasi pada putusan MK yang dipersoalkan saat ini. Sebanyak 21 laporan masuk ke MKMK, yang sebagian besar meminta agar lembaga itu menganulir putusan MK terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. 

Putuusan MK yang dipersoalkan adalah tentang syarat usia capres-cawapres. Usia paling rendah tetao 40 tahun tetapi untuk yang pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah, bisa mencalonkan diri di bawah usia tersebut. Hal ini dinilai membuka pintu bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi bakal cawapres.

“Tidak dibatalkan tetapi kemudian hanya disarankan bahwa nanti ke depan jangan begitu, [MK] hanya diingatkan diingatkan ke depan jangan begitu. Artinya dengan proporsi prosedur yang dimiliki dan implikasi yang ada maka teguran atau penguatan untuk memberikan perbaikan etika dan kehormatan hakim itu akan terjadi tetapi untuk putusan saya kira tidak akan berimplikasi,” kata Suparji dalam diskusi daring Polemik, Sabtu (04/11/2023).

Ia pun khawatir putusan MKMK menjadi preseden buruk ke depannya. Menurut dia jika MKMK membatalkan putusan MK, kepercayaan publik kepada MK akan runtuh.

“Wah, ini nanti bisa dibayangkan orang tidak perlu susah-susah membuat Undang-Undang tapi cukup sudah dibuat oleh DPR dan pemerintah ajukan ke MK kemudian MK membatalkan. Kemudian tidak setuju dengan MK cukup dengan tiga orang saja [di MKMK] batal lagi,” ujarnya.

“Ini kan tidak ada kepastian hukum bayangkan karya besar bangsa ini pada akhirnya dengan tiga orang bisa membatalkan. Jadi kembali pada prosedur profesional dan proporsional dalam menyikapi ini.”

Senada dengan Suparji, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan proses yang dilakukan MKMK harus tepat.

“Harus dilakukan proses yang tepat, yang juga untuk menjaga masuknya ruang kepentingan politik di masa depan kepada MK perlu dipikirkan,” kata Feri.

(mfd/ggq)

No more pages