Namun, itu merupakan pertumbuhan secara konsolidasi. Jika dirinci lebih lanjut, kenaikan didorong oleh penjualan ekspor yang naik 15,3% secara tahunan. Sedang penjualan domestik justru mengalami penurunan 1,4% secara tahunan.
"Kami juga mencatat bahwa bisnis dairy telah berkontribusi terhadap lemahnya penjualan di pasar domestik secara keseluruhan. Situasi serupa juga ditemukan di sub-segmen mie, yakni pengemasan dan bahan makanan," terang Christine.
Sejak awal tahun hingga akhir September tahun ini, laba bersih ICBP melesat 113% menjadi Rp7,06 triliun. Melihat kondisi yang terjadi, Christine memperkirakan laba bersih di akhir tahun hanya bertambah kurang dari Rp1 triliun, tepatnya menjadi sekitar Rp7,82 triliun.
Sementara, pendapatannya diperkirakan Rp68,04 triliun di akhir 2023. Perkiraan ini telah direvisi dari sebelumnya Rp73,3 triliun.
Sejauh ini, Christine masih mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp12.500/saham untuk 12 bulan ke depan.
Akan tetapi, ada tiga hal yang menjadi risiko saham ICBP. Pertama, pertumbuhan GDP yang di bawah ekspektasi.
Kedua, depresiasi kurs rupiah. Terakhir, harga bahan baku yang tinggi.
Putu Chantika Putri, analis Ciptadana Sekuritas memberikan pandangan serupa. Melemahnya permintaan domestik membayangi fundamental ICBP.
Meski begitu, margin masih berada di atas perkiraan perusahaan. Sehingga, Putu mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp14.100/saham, tanpa mengesampingkan faktor risiko serupa seperti Christine.
(dhf)