Bloomberg Technoz, Jakarta - Belum disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) oleh DPR pada masa sidang ini menjadi polemik. Hal itu terjadi karena sedianya perppu yang diserahkan pemerintah kepada DPR memiliki tenggat untuk diputuskan apakah perppu disahkan menjadi UU atau ditolak.
Wakil Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan bahwa sebenarnya Baleg sudah mengesahkan Perppu Ciptaker menjadi UU pada hari terakhir sebelum penutupan masa sidang pada Rabu (15/2/2023).
"DPR udah setuju, tinggal pengesahan di paripurna yang terbentur jadwal karena untuk rapat paripurna itu harus melalui Badan Musyawarah untuk dijadwalkan. Kemarin H-1 sudah enggak keburu," kata Achmad Baidowi saat dihubungi Bloomberg Technoz, Selasa petang (21/2/2023).

Pada dasarnya kata dia DPR sudah setuju. Diketahui di Baleg hanya 2 fraksi yang menolak yakni Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS.
Sementara Anggota Baleg dari Fraksi Demokrat Santoso mengatakan Baleg sudah ketok palu dan pada Rabu (15/2/2023) hanya Demokrat dan PKS yang menolak. Namun ketika ditanya soal alasan tak dibawa ke paripurna, dia menjawab singkat.
"Saya belum mau komen (komentar) tapi yang jelas Demokrat menolak," kata Santoso.
Diketahui apabila mengacu pada Pasal 22 ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa perpu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. DPR harus segera membahas suatu perpu yang baru dikeluarkan oleh presiden untuk mengambil keputusan menyetujui atau menolak. Selanjutnya Pasal 22 ayat 3 UUD1945 menegaskan bahwa jika tidak mendapat persetujuan DPR maka perpu itu harus dicabut.
Perppu Ciptaker yang menurut DPR sudah dianggap disahkan Baleg walau belum diketok di paripurna itu ditanggapi oleh peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.
"Mana ada sih sah tapi belum ketok ya? Pengesahan RUU di DPR kan tak bisa lain ditandai dengan pengetokan palu oleh pimpinan sidang paripurna di rapat paripurna," kata Lucius saat dihubungi.
Prosedur pembahasan RUU termasuk perppu di rapat paripurna kata dia merupakan sesuatu yang penting.
"DPR sendiri kadang menjadikan alasan prosedur itu untuk membela diri," lanjutnya.
Namun demikian kata dia, secara substansi bisa dipahami klaim DPR yang menganggap bahwa keputusan rapat Baleg pada tahap pembicaraan tingkat I memang sudah mencerminkan sikap akhir DPR terhadap Perppu Ciptaker. Komposisi 7 fraksi yang setuju dan 2 lainnya yang menolak pada pengambilan keputusan di Baleg sudah menggambarkan sikap DPR bahwa perppu ini dibicarakan di forum paripurna setelah dari Baleg.

"Dan mestinya dengan referensi keputusan Baleg itu, tak sulit bagi DPR untuk segera mengagendakan pengambilan keputusan di Paripurna pada penutupan masa sidang III lalu."
Namun dia mempertanyakan apabila DPR sepakat bahwa Perppu Ciptaker ini merupakan respons atas kegentingan memaksa maka seharusnya respons parlemen juga perlu gesit dan cepat.
"Itu yang saya katakan, DPR ini enggak konsisten. Menerima perppu dan alasan kegentingannya tetapi respons yang ditinjukkan justru langkah yang biasa-biasa saja seolah-olah proses pengesahan RUU umumnya," kata dia lagi.
(ezr)