Sepanjang Oktober, harga batu bara rontok 24,36%. Ini adalah koreksi bulanan terdalam sejak Mei.
Wahyu mengatakan, tahun lalu, harga batu bara China memang melonjak saat pembangkit listrik di Negeri Panda berebut pasokan setelah kekeringan bersejarah yang menyebabkan output listrik jatuh.
Namun, tahun ini, pasar bahan bakar utama China sudah jauh lebih mereda. Walaupun harga telah merangkak naik beberapa waktu belakangan, tingginya impor dan dampak ekonomi rapuh China pada konsumsi kemungkinan besar akan menutup biaya atau harga tinggi menuju periode berikutnya dari pascapuncak permintaan selama musim dingin.
Harga batu bara di China juga telah melemah tajam tahun ini karena penyesuaian pasar pascaguncangan energi yang disebabkan oleh invasi Rusia pada Februari 2022 ke Ukraina, jelasnya.
“Artinya, harga batu bara impor lebih kompetitif daripada pasokan domestik, dan Beijing telah puas untuk memungkinkan impor batu bara yang lebih banyak demi memenuhi permintaan dan memberikan tekanan ke bawah pada harga domestik. Ekonomi lemah, demand lemah, harga turun,” kata Wahyu.
Usaha Tak Membuahkan Hasil
Lebih lanjut, Wahyu mengatakan berbagai upaya intervensi sebenarnya sudah dilakukan China untuk mengatrol harga batu bara, seperti dengan memangkas suplai. Namun, hal itu belum sepenuhnya memicu pembalikan harga menjadi bullish.
“China Coal Transport and Distribution Association (CCTD) menyebut bahwa ada kepanikan penjualan minggu ini setelah beberapa pelabuhan kunci memperingatkan pedagang bahwa ruang untuk penimbunan berisiko habis,” terangnya.
Di sisi lain, potensi musim kenaikan permintaan tahunan untuk pemanas rumah tangga pada bulan-bulan yang lebih dingin sekarang masih kurang cukup untuk menyerap inventaris batu bara China yang membengkak.
“China juga telah meningkatkan produksi batu bara sejak krisis listrik 2021 untuk menghindari pengulangan, dengan produksi tahunan tahun ini memecahkan rekor. Sayangnya, pertumbuhan permintaan justru melemah di tengah pemulihan ekonomi yang kurang meyakinkan,” kata Wahyu.
(wdh)