Bloomberg Technoz, Jakarta – Niat Indonesia untuk memiliki Indeks Nikel Indonesia (INI) dan tidak lagi mengacu pada London Metal Exchange (LME) dalam menentukan harga mineral logam itu dinilai tidak akan serta-merta mendongkrak pasar komoditas pertambangan tersebut.
Dalam kaitan itu, pakar energi Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa mengatakan fluktuasi harga nikel dalam indeks mandiri milik Indonesia sekalipun tetap harus bergantung pada mekanisme pasar, atau keseimbangan persediaan (supply) dan permintaan (demand) nikel.
"Saat permintaan konsumen meningkat, sementara suplai tetap, maka harga akan terdongkrak naik. Sebaliknya kalau permintaan turun, suplai tetap, harga akan turun," ujarnya saat dihubungi, Jumat (3/11/2023).
Namun demikian, Iwa optimistis ke depan rencana Indonesia untuk memiliki indeks harga nikel sendiri dapat meningkatkan nilai tambah terhadap pelaku pasar komoditas pertambangan itu sendiri.
Selain itu, Guru Besar Fakultas Teknik UI tersebut pun meyakini harga acuan dalam INI dapat bersaing dengan lembaga acuan tolok ukur harga komoditas lain seperti LME dan Shanghai Metal Markets (SMM).
Penyebabnya, Indonesia merupakan salah satu produsen sekaligus negara penghasil nikel terbesar di dunia saat ini. "Dengan demikian, seharusnya dapat menjadi kendali kebutuhan dan harga nikel dunia."

Ketua Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Nanan Sukarna belum lama ini mengatakan rencana pembentukan indeks harga acuan nikel Indonesia kini sedang digodok bersama pemerintah dan ditargetkan rampung pada akhir tahun ini.
Nanan mengatakan Indonesia, sebagai produsen terbesar nikel di dunia, seharusnya memiliki acuan harga sendiri. "Maka dari itu, kami terobsesi ingin membuat ini," ujarnya, awal Oktober.
Mantan Wakil Kepala Polri itu menambahkan rencana ini juga sudah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah.
Mengawali November, salah satu lembaga penyedia tolok ukur harga energi dan komoditas independen global, Argus Media, akhirnya bekerja sama dengan PT Indeks Komoditas Indonesia (PT IKI) untuk segera meluncurkan harga nikel acuan, termasuk nikel kelas II, sebagai bagian dari seri INI.
Chairman dan Chief Executive Argus Media Adrian Binks mengatakan rencana itu dilakukan setelah perusahaan berkomunikasi intensif dengan para pelaku pasar, atau industri pertambangan nikel di Indonesia.
"Kami senang dapat bermitra dengan PT IKI untuk menghadirkan transparansi yang lebih besar di pasar nikel global dan mengatasi perbedaan yang makin meningkat antara harga nikel Kelas I dan Kelas II," ujar Adrian.
Adrian mengatakan, nantinya susunan INI akan tetap mengakomodasi masukan dari pelaku pasar, bersamaan dengan metodologi perusahaan.
Selain itu, INI akan mengacu pada penilaian harga langsung mingguan untuk jenis nickel pig iron (NPI), nickel matte, dan mixed hydroxide precipitate (MHP) berdasarkan free on board (FoB) Indonesia yang mencerminkan kemampuan pasar.
Setelah mencermati hal tersebut, harga acuan nikel nantinya akan dipublikasikan secara rata-rata melalui penilaian independen, dalam hal Argus Media bersama dengan PT IKI.
Penilaian itu juga didasarkan pada transaksi dan penawaran di pasar spot untuk memastikan bahwa semuanya merupakan representasi nilai pasar wajar yang akurat dan kuat.
(ibn/wdh)