Bloomberg Technoz, Sampang - Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sektor migas, Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) berharap kehadiran smelter PT Freeport Indonesia, termasuk pengembangan kawasan industri baru di Jawa Tengah dapat mengoptimalkan serap produksi gas di Jawa Timur.
Husky-CNOOC adalah salah satu kontraktor migas yang memiliki wilayah operasi di Selat Madura dengan capaian produksi 251 standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Produksi gas milik perusahaan jadi yang terbesar di Jawa Timur.
“Kondisi di Jawa Timur suplai masih di atas demand. Beberapa industri masih dalam pengembangan, termasuk smelter milik Freeport di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, harapannya bisa menambah [penyaluran gas ke buyer] Jawa Timur,” jelas Redhata Rangkuti, Well Head Platform (WHP) Superintendent HCML di Sampang, Mandura, Rabu (1/11/2023).
Optimalisasi penjualan gas oleh industri juga dapat ditopang oleh berlanjutnya penyambungan pipa aliran gas, dari Jawa Timur ke Jawa Tengah hingga Jawa Barat. Dengan demikian potensi serapan gas oleh beberapa industri bisa meluas hingga sisi barat.

“Teman-teman ingin sambungan pipa lanjut, Jawa Timur ke Jawa Tengah sudah tersambung, Jateng ke Jabar belum. [Jika tersambung] nanti bisa untuk pembangkit listrik di Jabar dan pabrik Pupuk Kujang,” terang dia.
Kawasan industri di wilayah Kendal dan Batang, Jawa Tengah, lanjut Redhata turut menjadi target pasar energi gas asal Jawa Timur. “Kawasan industri di Kendal, Batang, juga terus berkembang,” papar dia.
Diketahui seluruh lapangan HCML kini memproduksi 250 standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Perusahaan tetap menjadi pemasok gas terbesar di Jawa Timur dan akan mempertahankannya di masa mendatang.
Redhata menambahkan produksi gas dari lapangan BD, MDA, MBH, dan MAC mewakili 30% dari total wilayah Jawa Timur. Sementara dua lapangan lain — MDK dan MBF — masih dalam tahap pengembangan.
“Kami tetap berkomitmen menjadi produsen gas terbesar di Jatim khususnya,” ucap dia. “Dari semua lapangan tidak hanya meningkatkan produksi HCML tapi juga lebih terintegrasi.”
Berdasarkan perhitungan perusahaan lapangan MDK diestimasi onstream pada kuartal III tahun depan. Sedangkan lapangan MBF, lanjut Redhata, memasuki tahap Front End Engineering Design (FEED). “Tahap selanjut menuju pengajuan plan of development (POD) yang rencananya akan onstream 2025 kuartal IV,” kata dia.
Khusus pada lapangan BD menghasilkan belerang cair atau Molten Sulphur yang merupakan produk olahan residu gas. BD juga melakukan pembongkaran belerang cair, usai pemuatan sulfur cari dilakukan pertama kali enam tahun lalu.
Lapangan BD juga menghasilkan carbon, yang membuat perusahaan tengah menimbang opsi pengelolaan penangkapan atau pemisahan karbon. Menurut Redhata HCML berpeluang besar memiliki opsi Carbon Capture Storage (CCU) dibandingkan Carbon Storage & Utilization (CCSU).
“Lebih karena kalau CCSU modelnya karbon diinjeksi ke dalam reservoir jadi ada potensi tekanan das di dalam sumur. Ini jadi lebih berisiko. Tekanan gas lapangan BD juga masih tinggi,” pungkas dia. Namun keputusan finalnya masih masih harus melewati proses studi CCS. Tahapan ini akan melibatkan konsultan.
(wep/wdh)