Tutuka sebelumnya menyampaikan bahwa kenaikan harga bensin nonsubsidi – khususnya Pertamax – berisiko memicu migrasi konsumsi ke Pertalite, akibat disparitas harga yang makin melebar.
“Saya kira ini kan harga masih tidak stabil. Coba Anda lihat, Hamas makin keras, tetapi harga minyak bisa turun. Jadi artinya apa? Artinya, Arab Saudi yang betul-betul menjaga [pasokan], mengurangi supaya harga tetap [stabil]. Sejak kemarin [Saudi] mengurangi suplai, tetapi pada saatnya, tentu dia akan menambah suplai. Jadi ya, perannya Arab Saudi dan OPEC+ itu menentukan,” jelas Tutuka.
Harga Asli Pertamax
Hari ini, Pertamina resmi kembali melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi. Jenis Pertamax turun Rp600/liter menjadi Rp13.400/liter dari bulan sebelumnya seharga Rp14.000.
Pertamax Turbo juga turun Rp1.100/liter menjadi Rp 15.500/liter, dari sebelumnya Rp16.600/liter. Selanjutnya, harga BBM keluaran terbaru Pertamina, yakni Pertamax Green 95 dipatok Rp15.000/liter atau turun Rp1.000 dari Oktober 2023 yang berada di harga Rp16.000/liter.
Harga BBM solar Pertamina, seperti Dexlite juga turun menjadi Rp16.950/liter dari sebelumnya Rp17.200/liter. Lalu, Pertamina Dex turun turun menjadi Rp17.650/liter dari bulan lalu yang dibanderol Rp17.900/liter.
Analis Industri dan Regional Bank Mandiri Ahmad Zuhdi berpendapat keputusan PT Pertamina (Persero) untuk menurunkan harga BBM nonsubsidi jenis RON92 atau Pertamax bisa dipahami lantaran harga minyak sepanjang Oktober sebenarnya relatif stabil di US$89/barel.
“Berbeda dengan tahun lalu, tetapi ada faktor lain yang [masih bisa] mendorong harga [BBM nonsubsidi] naik, yaitu kurs, sehingga harga transportasi bisa naik dan harga impor bisa naik. Saat ini memang [harga Pertamax] masih di bawah harga keekonomian yang berada di Rp14.000—Rp15.000 per liter,” ujarnya, Rabu (1/11/2023).
Serupa dengan Zuhdi, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat harga keekonomian Pertamax sebenarnya mencapai Rp14.600/liter pada bulan ini, jika mengacu pada rerata harga minyak mentah dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Josua mengatakan rerata harga minyak dunia antara September hingga Oktober relatif tidak banyak berubah sekitar US$90/barel. Namun, dari sisi rata-rata kurs rupiah, terjadi pelemahan dari Rp15.300-an menjadi Rp15.900-an.
“Dengan demikian, kami memperkirakan pelemahan rupiah menjadi faktor yang sebenarnya bisa mengerek harga BBM nonsubsidi. Namun, hal ini tentu juga bergantu pada strategi dan kondisi masing-masing perusahaan [operator SPBU],” tuturnya.
(wdh)