Sentimen pada perdagangan hari ini datang dari global dan regional. Minggu ini, investor pasar saham mengantisipasi hasil pertemuan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) dan sejumlah rilis data ekonomi, serta terbitnya laporan keuangan korporasi.
Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, berkaitan dengan pertemuan kebijakan Federal Reserve pada Kamis, Federal Open Markets Committee (FOMC) diyakini akan mempertahankan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) di kisaran 5,25% - 5,50%.
“Bersamaan dengan itu, rilis data Non-Farm Payrolls (NFP) AS pada Jumat diprediksi akan memperlihatkan bahwa ekonomi AS telah menambah 175.000 pekerja pada Oktober, turun dibandingkan dengan angka penambahan 336.000 pada September,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Dari regional, sesuai dengan ekspektasi pasar, Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) mempertahankan suku bunga acuan jangka pendek di -0,1% dan imbal hasil (Yield) surat utang Pemerintah Jepang (JGB) bertenor 10 tahun di sekitar 0%.
Pada saat yang sama, BOJ mendefinisikan ulang 1,0% hanya sebagai titik rujukan (Reference Point) bukan batas atas (Ceiling) yang bersifat kaku.
Dengan kata lain, yield JGB bertenor 10 tahun boleh menembus 1%, sebuah sinyal perubahan dari janji memborong JGB setiap hari demi untuk menjaga agar yield JGB 10 tahun tidak melebihi 1%.
Di bawah kritikan tajam bahwa mempertahankan yield JGB di bawah 1% telah menyebabkan distorsi di pasar dan memicu pelemahan nilai tukar JPY, di bulan Juli lalu BOJ menaikkan batas atas pita pergerakan yield JGB 10 tahun menjadi 1% dari sebelumnya 0,5%.
Analis melihat apa yang dilakukan BOJ belakangan ini sebagai langkah kecil menuju pembatalan kebijakan YCC yang penuh kontroversi dan sudah berlangsung lama.
Selanjutnya, Korea Selatan secara tak terduga berhasil mencetak angka surplus perdagangan sebesar US$1,64 miliar pada Oktober, berbalik arah dari sebelumnya defisit US$6,72 miliar pada bulan yang sama pada tahun sebelumnya, mengalahkan ekspektasi pasar dari minus US$2 miliar. Ini adalah bulan kelima berturut-turut surplus perdagangan karena ekspor tumbuh sementara impor melandai.
Dari dalam negeri, S&P Global menerbitkan laporan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia sebesar 51,5 pada Oktober.
Dengan pencapaian tersebut, PMI di atas 50 mencerminkan sektor manufaktur sedang berada di zona ekspansi. Adapun aktivitas manufaktur Indonesia sudah 26 bulan berturut-turut menempati teritori ekspansi.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,3% ke 6.752 disertai oleh munculnya volume pembelian.
“Selama tidak kembali terkoreksi ke bawah 6.666, maka posisi IHSG saat ini sudah menyelesaikan wave (ii) dan berpeluang menguat untuk membentuk awal dari wave (iii) ke rentang area 6.780-6.908,” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (1/11/2023).
Herditya juga memberikan catatan, tetap waspadai akan adanya potensi koreksi dari IHSG untuk menguji 6.622-6.633.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut ASRI, ELSA, ICBP dan TLKM.
Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, laju IHSG berpotensi bergerak rebound lanjutan ke 6.800 pada hari ini, Rabu.
“IHSG membentuk pola dragonfly doji pada perdagangan Selasa (31/10). Bersamaan pergerakan tersebut, Stochastic RSI membentuk golden cross pada pivot area (50%). MACD membentuk golden cross dengan konfirmasi rebound ke atas 6.750,” tulisnya.
Dengan konfirmasi rebound ke atas 6.750, IHSG berpotensi lanjutkan rebound ke kisaran 6.800.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham yang meliputi BRPT, INKP, TKIM, AKRA, SMGR dan TOWR.
(fad)