Logo Bloomberg Technoz

Kerugian finansial sudah sangat parah. Saham-saham Israel mengalami kinerja terburuk di dunia sejak pertempuran meletus. Indeks utama di Tel Aviv turun 15 persen dalam dolar, setara dengan hampir US$25 miliar.

Nilai shekel telah merosot ke level terlemahnya sejak tahun 2012. Meskipun bank sentral telah mengumumkan paket bantuan senilai US$45 miliar yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan sedang menuju kinerja tahunan terburuk di abad ini. Biaya lindung nilai terhadap kerugian lebih lanjut telah melonjak.

Bagi Naama Zedakihu, pemilik dua restoran di Modi'in, sebuah kota antara Yerusalem dan Tel Aviv, krisis ini membuatnya mempertimbangkan untuk memberhentikan 70 karyawan sementara waktu.

"Saya mencoba membuka restoran untuk pertama kalinya setelah dua setengah minggu, tetapi sepi, jadi saya akan menutup lebih awal," katanya pada tanggal 24 Oktober. "Pengiriman tidak cukup untuk menjaga bisnis tetap berjalan."

Grafik saham-saham Israel (Sumber: Bloomberg)

Jangkauan geografis dan durasi konflik akan menentukan besarnya dampak ekonomi jangka panjang. Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu memperingatkan tentang kampanye militer yang "panjang dan sulit" pada hari Sabtu, saat Israel memulai invasinya yang sudah lama diantisipasi ke Gaza.

JPMorgan Chase & Co. memprediksi bahwa ekonomi Israel akan menyusut sebesar 11 persen dalam kuartal ini jika dihitung dalam basis tahunan.

Konflik Israel baru-baru ini, termasuk konflik yang terjadi pada tahun 2006 dengan Hizbullah yang berbasis di Lebanon dan konflik lain dengan Hamas pada 2014 yang berlangsung sekitar tujuh pekan dan termasuk serangan darat di Gaza, "hampir tidak mempengaruhi aktivitas," kata analis JPMorgan pada tanggal 27 Oktober. Namun, "perang saat ini memiliki dampak yang jauh lebih besar pada keamanan dan kepercayaan dalam negeri."

Ketahanan Teruji

Gangguan awal telah begitu parah sehingga, menurut hasil survei, hanya 12 persen dari pabrik Israel beroperasi dalam skala penuh setelah dua minggu perang. Sebagian besar menyebut kekurangan staf sebagai masalah terbesar.

Perang ini akan menguji ketahanan Israel hingga batasnya. Pemerintah telah mengatakan defisit fiskalnya mungkin lebih dari dua kali lipat tahun ini dan tahun depan dari perkiraan sebelumnya. S&P Global Ratings, Moody's Investors Service, dan Fitch Ratings semuanya telah mengeluarkan peringatan tentang prospek utang negara ini, mendekatkannya pada penurunan peringkat utang Israel untuk pertama kalinya.

Israel telah membatasi pekerjaan dan pertemuan dalam ruangan hingga 50 orang di sebagian besar wilayah. Dan ketika bentrokan dengan Hizbullah dimulai di perbatasan utara Israel, banyak desa dan kota di daerah itu dievakuasi. Antara wilayah tersebut dan komunitas di sekitar Gaza di selatan, lebih dari 120.000 warga Israel telah dipaksa meninggalkan rumah mereka.

Belanja rumah tangga merosot, menimbulkan guncangan besar pada sektor konsumen yang menyumbang sekitar setengah dari produk domestik bruto (PDB).

Menurut lembaga kliring sistem pembayaran Shva, konsumsi swasta turun hampir sepertiga dalam beberapa hari setelah pecahnya perang, dibandingkan dengan rata-rata konsumsi mingguan pada 2023. Pengeluaran untuk rekreasi dan hiburan anjlok hingga 70 persen.

Menurut Bank Leumi yang berbasis di Tel Aviv, penurunan pembelian dengan kartu kredit lebih buruk dibandingkan apa yang dialami Israel pada puncak pandemi Covid-19 pada 2020.

"Seluruh industri dan cabang-cabangnya tidak dapat beroperasi," kata Roee Cohen, kepala federasi bisnis kecil. "Sebagian besar pengusaha telah memutuskan untuk mengambil langkah cuti tanpa bayaran bagi staf, yang berdampak pada ratusan ribu pekerja."

Ledakan Teknologi

Israel memasuki konflik bersenjata terburuknya dalam 50 tahun dengan perekonomian yang didorong oleh ekspor teknologi dan penemuan gas alam lepas pantai selama dua dekade terakhir. PDB per kapita naik hampir mencapai US$55.000, melampaui negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Jerman.

Kekayaan tersebut mengubah keuangan pemerintah dan menyebabkan surplus neraca berjalan selama bertahun-tahun. Hal ini memungkinkan bank sentral mengumpulkan sekitar US$200 miliar cadangan, meningkat sekitar tujuh kali lipat sejak tahun 2008.

Namun, beberapa kejayaan mulai memudar tahun ini ketika rencana koalisi Netanyahu, yang paling sayap kanan dalam sejarah Israel, untuk melemahkan kekuatan peradilan memicu protes massal dan mencegah masuknya investasi asing.

Kini, ketika perencanaan peran dan keamanan mendominasi agenda pemerintah, tekanan untuk memberikan bantuan ekonomi semakin meningkat. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich berjanji akan memberikan stimulus yang lebih besar dibandingkan saat pandemi virus corona.

Perbandingan PDB Israel dengan negara lain. (Sumber: Bloomberg)

Namun, para anggota parlemen dan pemilik bisnis mengkritik program dukungan tersebut, yang awalnya dianggarkan sebesar 4,5 miliar shekel atau setara Rp17,8 triliun untuk bulan Oktober dan mungkin lebih dari tiga kali lipatnya untuk bulan-bulan berikutnya, karena dianggap tidak cukup. Menurut Bank Hapoalim, kerugian eonomi dari konflik ini mungkin akan mencapai setidaknya 27 miliar shekel atau setara Rp106 triliun atau sekitar 1,5 persen dari PDB Israel.

Bank sentral Israel menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tanggal 23 Oktober, tetapi masih memperkirakan pertumbuhan di atas 2 persen tahun ini dan tahun depan—dengan asumsi konflik ini dapat terkendali. "Ekonomi Israel dalam kondisi baik dan telah terbukti memiliki ketahanan yang tinggi," kata Asher Blass, mantan kepala ekonom Bank of Israel.

Masalah Konstruksi

Gambaran singkat dari sektor perumahan memberikan pandangan yang lebih mengkhawatirkan tentang apa yang mungkin akan terjadi.

Meskipun beberapa lokasi konstruksi dibuka kembali, banyak pekerja yang absen. Industri ini sangat mengandalkan 80.000 warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat, wilayah yang berada di bawah pengawasan keamanan sejak pertengahan September. Dan ketegangan semakin meningkat di kawasan tersebut sejak serangan udara Israel dan blokade hampir total di Gaza dimulai.

Keuangan para pembangun telah terbebani oleh kenaikan suku bunga sejak awal tahun lalu. Banyak perusahaan mungkin akan merasa semakin kesulitan memenuhi kewajiban mereka. Hal ini merupakan prospek yang mengkhawatirkan bagi bank-bank, di mana industri konstruksi menyumbang sekitar setengah dari pinjaman komersial mereka.

Pemanggilan Militer

Berhentinya konstruksi dan sektor properti, yang menyumbang 6 persen dari pendapatan pajak Israel, akan menghambat pendapatan pemerintah. Hal ini juga bisa memicu lonjakan harga yang baru dalam pasar perumahan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu yang termahal di Eropa dan Timur Tengah.

Ketika perekonomian beralih menjadi mode perang, kepergian karyawan juga berdampak buruk pada perusahaan teknologi.

Menurut perkiraan Avi Hasson, CEO Startup Nation Central, sebuah kelompok nirlaba yang melacak industri tersebut, kira-kira 15 persen dari tenaga kerja di sektor teknologi Israel telah dipanggil untuk dinas militer cadangan. Angka-angka tersebut bahkan lebih tinggi di startup, yang cenderung mempekerjakan pekerja muda.

Lior Wayn, CEO Mica, sebuah perusahaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mengkhususkan diri dalam analisis mamografi, mengatakan dia berupaya menjalankan operasinya senormal mungkin setelah beberapa karyawan terkena dampak serangan.

"Dua sepupu salah satu karyawan kami diculik ke Gaza," katanya. "Karyawan lain sudah bertugas di militer cadangan selama hampir tiga minggu. Rekan pendiri saya berada di Siprus karena mereka tidak memiliki tempat perlindungan bom yang layak di rumah."

Investasi Terhambat

Dalam survei terhadap 500 perusahaan teknologi besar yang disurvei pekan lalu, hampir separuh melaporkan pembatalan atau penundaan perjanjian investasi. Dari responden yang mencakup perusahaan milik lokal dan multinasional, lebih dari 70 persen mengatakan proyek-proyek besar ditunda atau dibatalkan.

Meskipun perusahaan-perusahaan mengatakan mereka sedang belajar untuk beradaptasi, penderitaan yang dialami banyak perusahaan menunjukkan bahwa krisis ini akan meninggalkan dampak dalam jangka panjang pada perekonomian Israel.

Kenyataan ini mulai diterima oleh Yiftah Dekel, CEO Gvaram Industries, produsen perlengkapan kantor yang didirikan pada tahun 1979.

Dekel, yang tinggal di sebuah kibbutz hanya 10 kilometer di sebelah utara Gaza, mengatakan kurang dari seperempat dari 65 karyawan yang ia miliki datang bekerja. Wilayah tersebut telah menjadi terisolasi dan pesanan produknya telah berkurang.

"Pertanyaan yang paling akut" adalah apakah wilayah di dekat Gaza memiliki masa depan, katanya. "Kami telah menghadapi serangan dan operasi militer tanpa henti, tetapi ini berbeda dengan yang lain."

(bbn)

No more pages