Penurunan tersebut diperparah oleh kebijakan "satu anak" yang pernah diterapkan pemerintah, yang menyebabkan ketidakseimbangan gender di negara tersebut dengan lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Hal ini diperkirakan akan memiliki dampak yang luas terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Xi's changing priorities for women in China:
— Neil Thomas 牛犇 (@neilthomas123) October 30, 2023
2018: "Help women [balance] family and work and be new-age women with responsibilities to society and contributions to families"
2023: "Cultivate a new type of marriage and parenting culture, promote...policies to support childbirth" pic.twitter.com/YXnTNUAqu6
Tingkat kelahiran di China, atau jumlah bayi yang baru lahir per 1.000 penduduk, turun menjadi 6,77 tahun lalu. Ini merupakan level terendah sejak setidaknya tahun 1978. Menurut PBB, baik India dan China memiliki populasi sekitar 1,4 miliar penduduk.
Xi telah berupaya menerapkan pandangan yang lebih konservatif tentang gender dalam masyarakat sejak berkuasa pada tahun 2012, meskipun perempuan semakin sadar akan diskriminasi yang mereka hadapi dalam budaya paternalistik China. Dalam pidato tahun 2013, Xi mengatakan bahwa sangat penting bagi perempuan untuk menjadi "istri dan ibu yang baik" guna memastikan "pertumbuhan generasi berikutnya yang sehat."
Sebagai langkah mundur dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, perempuan dikecualikan dalam pengambilan keputusan di Politbiro untuk pertama kalinya dalam seperempat abad pada perombakan kepemimpinan penting tahun lalu. Pemerintah China juga menindas gerakan #MeToo yang baru muncul secara online, meredam suara feminis terkemuka di media sosial.
Pemerintah merombak undang-undang hak-hak perempuan yang sudah berusia hampir tiga dekade tahun lalu, mendorong langkah-langkah untuk mengatasi pelecehan seksual, dan menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Namun, paragraf pembuka undang-undang tersebut menyuruh perempuan untuk "menghormati nilai-nilai keluarga."
(bbn)