Beberapa komponen penting, seperti lithium dan grafit tidak dimiliki oleh Indonesia. Tentu saja, hal tersebut perlu disiasati terlebih dahulu oleh pemerintah. Salah satunya dengan cara akuisisi tambang yang ada di luar negeri.
Hal lain yang tak kalah penting adalah kondisi pasar dalam negeri. Menurut Bhima, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membuat masyarakat Indonesia sepenuhnya menerima hadirnya kendaraan listrik.
Kendaraan konvensional atau kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) masih belum akan tergantikan. Terlebih, infrastruktur pendukung operasional kendaraan tersebut masih sangat terbatas.
"Charging station ini masih sangat terbatas. Bengkel untuk kendaraan listrik ini juga sangat terbatas. Dukungan pembiayaan ini juga terbatas. Butuh waktu lama agar masyarakat dari kalangan menengah hingga bawah menggunakan kendaraan listrik secara luas," tutur Bhima.
Untuk itu, pemberian subsidi pembelian EV yang akan dilakukan oleh pemerintah mulai awal Maret 2023 dinilainya tidak akan membuat masyarakat mau beralih ke kendaraan listrik begitu saja.
Di lain sisi, kekalahan Indonesia atas gugatan larangan ekspor nikel oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) juga berpotensi memutar balik investor yang ingin mengembangkan industri EV di Tanah Air.
Mereka sangat mungkin mencari negara yang sudah mengintegrasikan pelaku industri komponen kendaraan listrik di dalam negerinya.
"Kekalahan Indonesia di WTO terkait dengan larangan ekspor nikel [oleh] Uni Eropa juga akan berpengaruh. Apalagi kekalahan itu terjadi karena industri di hilir di Indonesia belum siap atau belum matang," pungkasnya.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo berkali-kali menekankan misi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai simpul industri EV skala regional, bahkan global. Dia juga mengajak pelaku industri otomotif untuk menyimak tren dunia dalam penggunaan mobil listrik.
Sedikit demi sedikit, dia meyakini produksi otomotif nasional akan bergerak menuju kendaraan listrik dari yang tadinya berbasis combustion.
“Karena pemerintah juga saat ini terus mendorong agar dari hulu sampai hilir, ekosistem besar mobil listrik bisa kita memiliki sehingga bisa masuk rantai pasok global. Industri baterai kendaraan listrik dari lithium, semuanya kami terus dorong hingga selesai. Jadi investor sekarang mau bikin katon atau prekusor kita setop dahulu, harus masuk ke EV battery, sehingga bisa memiliki nilai tambah lebi,” ujarnya pekan lalu, di sela pembukaan Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) 2023, Kamis (16/02/2023).
Sekadar catatan, pemerintah mematok target investasi senilai Rp1.650 triliun pada 2024, sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat mengumumkan hasil Ratas Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun 2024 di Istana Kepresidenan, Senin (20/2/2023).
Salah satu fokus Presiden Joko Widodo dalam memacu investasi tahun depan, kata Airlangga, adalah melalui pembangunan industri EV, pengerjaan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta penguatan program penghiliran sumber daya mineral.
Presiden, lanjutnya, memandatkan agar Indonesia dapat bersaing dengan Thailand dalam industri EV, serta tidak hanya berkutat pada produksi bahan baku katoda dan perkusor.
Di luar investasi EV, isu ketersediaan pangan di tengah risiko perubahan El Nino ke La Nina juga menjadi perhatian pemerintah pada 2024. Terlebih, pemerintah menargetkan inflasi terjaga di rentang 1,5%—3,5% pada tahun depan dan pertumbuhan PDB di rentang 5,3%—5,7%.
Asumsi makro lainnya untuk 2024 mencakup nilai tukar rupiah di kisaran Rp14.800—Rp15.400 per dolar AS, suku bunga SBN 10 tahun 6,5%—7,4%, Indonesia Crude Price (ICP) di level US$75—US$85 per barel, produksi minyak 592.00—691.000 bopd, dan produksi gas 1,007 juta—1,058 juta bopd.
Di sisi lain, tingkat kemiskinan dibidik terjaga di kisaran 6,5%—7,5%, rasio gini 0,36%—0,37%, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) 3,6%—4,3%.
Bergerak Melembam
Kendati memasang target ambisius untuk 2024, pemerintah memproyeksikan penanaman modal justru akan bergerak melembam pada 2023, setelah Indonesia berhasil menorehkan capaian moncer sepanjang 2022. Realisasi investasi dari calon investor asing pun masih menjadi tanda tanya.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan secara fundamental, perekonomian Indonesia sejatinya masih relatif kuat dibandingkan dengan negara anggota G20.
“Pada kuartal IV-2022, pertumbuhan ekonomi masih 5,3% [secara year on year/yoy] dan ini adalah salah satu pertumbuhan terbaik selain Arab Saudi dengan 8,7% dan Spanyol dengan 5,5%,” tuturnya di sela konferensi pers Investasi Penggerak Pertumbuhan Ekonomi, Kamis pekan lalu.
Realisasi investasi pada 2022 juga menembus Rp1.207 trililun, melonjak 34% secara yoy dan berada di atas target tahunan senilai Rp1.200 triliun. Sebanyak 54,2% di antaranya merupakan penanaman modal asing (PMA).
Dari dalam negeri, selain sektor keuangan dan hulu migas, realisasi penanaman modal yang terbukti bertaji pada tahun lalu adalah dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) senilai Rp318 triliun.
“Distribusi lapangan kerja dari UMKM juga tetap tinggi, makanya konsumsi bisa dijaga di angka 51%—52%. Di balik laporan pemutusan hubungan kerja [PHK] dari berbagai sektor industri, UMKM masih bisa membuka 7 juta lapangan kerja,” lanjutnya.
Dari sisi inflasi, tekanan harga juga maasih bisa dikendalikan di level 5,3% pada tahun lalu dan merupakan salah satu yang terendah di tingkat global.
Bercermin dari kondisi makro tersebut, Bahlil memandang perekonomian Indonesia masih dalam kondisi yang baik-baik saja memasuki periode tidak menentu pada 2023.
Bagaimanapun, dia menggarisbawahi adanya potensi perlambatan kinerja ekonomi yang perlu diwaspadai pada tahun ini.
“Ekspor pada awal kuartal pertama ini rada-rada tidak sebaik kuartal IV-2022 dan tanda-tandanya sudah mulai menurun. PMA juga agak tidak sebaik kuartal sebelumnya dan beberapa negara yang sudah menyatakan komitmen investasi masih butuh upaya ‘maintenance’. Saya betul-betul tidak bisa membayangkan kalau ekonomi global resesi. Jangan sampai itu berdampak pada wait and see [investor] pada tahun politik,” ujarnya.
Pun demikian, dia mengatakan pemerintah akan tetap mengupayakan prioritas investasi ke arah industri hilir untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi tahun ini akan makin dikerucutkan ke sektor industri hijau.
(wdh)