Personal Consumption Expenditure (PCE) AS naik 0,4 persen mtm, juga naik 3.,4 persen secara yoy pada September atau sama dengan laju kenaikan pada Agustus, dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar, 0,3% mtm.
Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, Core PCE Prices Index yang merupakan indikator favorit Bank Sentral AS untuk mengukur inflasi, lompat 0,3 persen mtm, juga naik 3,7 persen secara yoy, tertinggi dalam hampir empat bulan, sesuai dengan estimasi pasar dan lebih cepat dari laju kenaikan 0,1 persen mtm dan kenaikan 3,8 persen yoy pada Agustus.
“Sementara itu, perhitungan akhir data Consumer Sentiment Index (CSI) AS oleh University of Michigan direvisi naik ke level 63.8 untuk bulan Oktober dari perhitungan awal 6. Namun demikian, angka untuk bulan Oktober ini menandakan penurunan tajam dari 68,1 di bulan September,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Ekspektasi Inflasi (Inflation Expectations) makin menguat dengan kenaikan menjadi 4,2 persen, tertinggi dalam lima bulan dari 3,2 persen pada bulan sebelumnya dan juga lebih tinggi dari perhitungan awal yang sebesar 3,8 persen. Kenaikan ekspektasi inflasi ini tentunya cukup mengkhawatirkan bagi Bank Sentral AS karena dapat menjadi bahan pertimbangan sehingga memperparah tingkat inflasi.
Pasar juga tengah mengantisipasi potensi hawkish statement dari Gubernur The Fed, Jerome Powell pada Federal Open Meeting Committee (FOMC) Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Adapun Bank Sentral AS dijadwalkan melakukan pertemuan kebijakannya pada pekan ini, 1 November. Suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) diprediksi akan dipertahankan di kisaran 5,25-5,5 persen.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, pekan ini juga mencakup sejumlah peristiwa yang berpotensi mempengaruhi pasar, termasuk pertemuan Bank Sentral di Jepang, dan Inggris. Adapun Departemen Keuangan AS mengumumkan rencana penjualan obligasi triwulanan.
Pengumuman penjualan obligasi Departemen Keuangan AS pada Rabu nanti diperkirakan akan menjadi peristiwa pasar yang lebih besar dibandingkan dengan keputusan suku bunga Bank Sentral AS pada hari yang sama. Pengumuman tersebut akan mengungkap sejauh mana Departemen Keuangan Negeri Paman Sam akan meningkatkan penjualan utang jangka panjang untuk mendanai defisit anggaran yang semakin melebar.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,3 persen ke 6.736 disertai dengan munculnya volume penjualan, pergerakan IHSG pun masih berada pada fase downtrend-nya.
“Dengan tertembusnya support di 6.711, maka pergerakan IHSG diperkirakan akan menguji rentang 6.666-6.676 untuk membentuk wave c dari wave (ii),” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (31/10/2023).
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham berikut CTRA, MDKA, PGEO dan UNIQ.
Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, laju IHSG berpotensi tertekan antisipasi Federal Open Meeting Committee (FOMC) di tengah pekan ini (2/11).
“IHSG membentuk pola bearish sandwich bersamaan dengan pelemahan Senin (30/10). IHSG menguji critical level 6.700 dan Stochastic RSI membentuk death cross di pivot level (50 persen). Dengan demikian, IHSG masih rawan pelemahan lanjutan ke kisaran 6.650, terutama jika gagal bertahan di 6.700,” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham yang meliputi BMRI, BBCA, PGEO, CMRY, INCO dan AKRA.
(fad/aji)