Lebih lanjut, Abdul mengatakan harga cabai rawit merah di tingkat petani juga sudah berada pada kisaran Rp65 ribu—Rp70 ribu per kg. Dua pekan lalu, padahal, harganya masih berada pada kisaran Rp50 ribu—Rp52 ribu per kg.
Menurutnya, hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Pertama, musim kemarau membuat daerah-daerah sentra cabai rawit mengalami kekeringan yang menyebabkan pertumbuhan tingkat penyakit akibat adanya virus.
“Kalau Juli, Agustus, September, dan Oktober, mestinya sekarang mulai panen. Nah cabai rawitnya sedikit sekali yang panen. Kita lihat, [berdasarkan] pemetaan [di] beberapa daerah sentra cabai rawit itu masalahnya kering dan penyakit, virusnya banyak,” ujarnya.
Kedua, kata Abdul, faktor kemampuan petani cabai rawit merah yang rendah. Menurutnya, hanya 30% dari total keseluruhan petani cabai rawit merah di Indonesia yang memiliki kemampuan yang mumpuni, sedangkan 70% sisanya masih menanam komoditas tersebut secara asal.
“Petaninya kurang cukup ilmu untuk belajar bertani menangani bagaimana kalau menghadapi musim seperti ini, apa yang harus dilakukan. Nah itu yg belum. Petani cabai rawit, dibandingkan dengan petani cabai keriting, cabai besar, itu levelnya beda. Mungkin sekitar 70% yang beda, tetapi 30% sudah bagus,” ujarnya.
Dengan kondisi ini, Abdul memprediksi kenaikan harga cabai rawit merah akan terjadi hingga Natal dan Tahun Baru 2023. Menurutnya, kenaikan itu bisa mencapai dua kali lipat dari harga normal yang berada pada kisaran Rp40 ribu—Rp60 ribu per kg.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Startegis (PIHPS) Bank Indonesia, rerata harga nasional cabai merah besar per Senin (30/10/2023) adalah Rp47.900 per kg, sedangkan cabai merah keriting Rp55.600 per kg, cabai rawit hijau Rp54.600 per kg.
Harga termahal adalah cabai rawit merah yang mencapai Rp73.800 per kg.
(dov/wdh)