"SRBI saat ini berperan sebagai proksi bunga acuan RI jangka pendek dan kenaikannya menunjukkan ekspektasi arah kebijakan moneter BI," imbuh Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas yang menjadi satu-satunya analis yang tempo hari memprediksi kenaikan BI7DRR.
Kenaikan BI7DRR bisa terjadi lebih cepat mendahului jadwal RDG November yang dijadwalkan pada 22-23 November nanti.
"Kenaikan bunga acuan mungkin terjadi lebih cepat, dua pekan ke depan seiring peningkatan volatilitas pasar akibat kepadatan kalender makroekonomi global mulai dari rapat Bank of Japan 31 Oktober disusul FOMC The Fed pada 2 November. Sebelum itu, BI kemungkinan akan menaikkan intervensi agar nilai rupiah menghadapi dolar AS tak sampai tembus Rp16.000/US$," jelas Satria.
Sebagai catatan, Filipina sudah menaikkan bunga acuan pekan lalu menjadi 6,5%, di mana keputusan itu diambil di luar jadwal pertemuan dewan moneter, menyusul inflasi yang semakin melambung di negeri tersebut.
Sementara Bank sentral Malaysia juga dijadwalkan menggelar rapat bunga acuan hari ini dengan prediksi kenaikan bunga acuan juga setelah ringgit terlempar ke level terlemah sejak 1998 silam.
Bagus untuk rupiah
Kenaikan lagi BI7DRR akan menjadi katalis positif bagi rupiah, kata analis. Bunga acuan yang naik akan menggiring selisih imbal hasil antara surat utang RI dengan Amerika Serikat (AS) akan semakin lebar. Saat ini yield spread dua negara masih 234 bps, sudah lebih lebar dibanding sebulan lalu walaupun masih di bawah rekor terlebar 340 bps yang terjadi pada Maret silam.
Selisih imbal hasil yang cukup lebar bisa mendorong pemodal asing kembali masuk ke pasar surat utang domestik lagi. Demikian juga sebaliknya.
"Kenaikan bunga acuan pada November penting untuk menstimulasi permintaan investor asing terhadap instrumen fixed income RI yang sudah turun tajam sebulan terakhir ini akibat depresiasi nilai tukar Rupiah. Prediksi kami titik puncak yield SUN-10 tahun ada di 7,5%," kata Lionel.
Bank Indonesia melaporkan, berdasarkan data transaksi sejak awal tahun sampai 26 Oktober lalu, pemodal asing mencatat posisi beli neto di pasar SBN sebesar Rp47,14 triliun. Sementara di pasar saham, asing sudah mencatat posisi jual neto Rp11,11 triliun dan beli neto di SRBI Rp11,8 triliun.
(rui)