Logo Bloomberg Technoz

"Untuk itu pemerintah mencari jalan tengah dengan tetap akan manfaatkan renewable energy ke depan, tetapi juga semaksimal mungkin memanfaatkan energi fosil yang sudah ada, itu strategi yang diharapkan bisa terlaksana," tegasnya. 

Fasilitas pembangkit gas milik PT Medco Energy Internasional Tbk. di Blok Corridor, Sumatra Selatan./dok. Medco

Tantangan Pemerintah

Bagaimanapun, dia tidak memungkiri pemerintah masih menghadapi sederet tantangan untuk menjadikan potensi sumber daya migas di dalam negeri menjadi proven reserves.

Masih dibutuhkan kajian lebih lanjut sebelum dilakukan pengeboran beberapa cekungan dengan potensi minyak besar, seperti di Sumatra Selatan, Jawa Timur, dan Sumatra bagian tengah di sekitar Blok Rokan yang saat ini dikelola oleh PT Pertamina (Persero).

Adapun, sumber-sumber gas  yang dinilai potensial untuk dieksplorasi dan dieksploitasi a.l. di Bintuni, Kutai, dan Sumatra bagian Utara.

Guna menarik investor di kawasan-kawasan itu, pemerintah mencoba menawarkan berbagai insentif. Salah satunya memberikan skema share split antara pemerintah dan KKKS yang tidak lagi di rasio 85:15, tetapi 80:20.

Bahkan, kareena masukan pakar geologis dan geofisika, bagian pemerintah terhadap KKKS masih bisa terus dikurangi menjadi 50:50 untuk gas bumi dan 55:45 untuk minyak bumi.

"Pemberian insentif lain seperti depresiasi dipercepat, FTP [first tranche petroleum], dan lainnya. Itu juga bisa duduk bersama dibahas diskusikan atau diajukan kepada pemerintah. Kemudian, kita selalu berusaha untuk mempercepat urusan AMDAL bersama dengan Kementerian LHK," ujar Tutuka.

Ilustrasi ladang gas bumi di laut lepas. (Dok: Bloomberg)


Hilir Migas

Untuk di hilir migas, pemerintah mengupayakan pembangunan interkonektivitas jaringan gas bumi (jargas). Salah satunya pembangunan pipa transmisi gas bumi Cirebon—Semarang (Cisem) yang baru tersambung ruas Semarang—Batang sepanjang 60 km, sedangkan Cisem Tahap II (ruas Batang—Kandang Haur Timur) sepanjang 249 km akan dimulai pada 2024.

Adapun, ruas pipa gas transmisi Dumai—Sei Mangke sepanjang 400 km juga tengah digarap, dan diharapkan dapat mentransmisikan kelebihan pasok gas di Jawa Timur ke Jawa Barat hingga Sumatra.

"Dengan demikian, dari utara Sumatra sampai ke Jawa Timur bisa tersambungkan. Kalau ada produksi yang sangat besar, misalkan Andaman, dan potensi besar lain di utara Bali dan utara Lombok bisa dialirkan juga ke pipa ini. Jadi dari Jawa Timur bisa dialirkan sampai Jawa Barat hingga ke atas [Sumatra], atau dari Andaman bisa ditransmisikkan sampai ke bawah [Jawa Timur]," jelas Tutuka.

Jika infrastruktur hilir migas sudah siap, gas dari hulu tersebut juga bisa dialirkan untuk industri pupuk ataupun kimia, maupun ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Sekadar catatan, per akhir kuartal III-2023, realisasi investasi di sektor migas dari hulu dan hilir sudah mencapai 61% atau mencapai US$10,61 miliar dari prognosis 2023 sejumlah US$17,44 miliar.

Dari total investasi migas tersebut, angka investasi hulu migas mencapai US$8,99 miliar dari target 2023 senilai US$15,56 miliar, sedangkan investasi hilir migas US$1,6 miliar dari target US$1,88 miliar.

Grafik persediaan minyak. (Sumber: Bloomberg)


Belum lama ini, International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan global terhadap minyak akan mencapai puncaknya pada dekade ini, meski negara-negara dunia tengah gencar memacu transisi untuk meninggalkan energi fosil.

Dunia akan mengonsumsi sebanyak 102 juta barel minyak per hari pada akhir dasawarsa 2020-an, dengan jumlahnya turun menjadi 97 juta barel per hari pada pertengahan abad ini.

"Kita sedang menuju pada puncak semua bahan bakar fosil sebelum 2030," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol dalam laporannya, medio pekan lalu. 

Namun, IEA memproyeksikan permintaan gas alam dunia lebih rendah dari ekspektasi pada 2040 lantaran energi terbarukan mengambil porsi lebih besar dalam bauran energi, sementara pangsa pasar gas Rusia akan menyusut.

Dalam skenario dasar IEA, Rusia dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan menjaga pangsa pasar minyak mereka yang dikombinasikan sekitar 45% hingga akhir dekade ini. Pada pertengahan abad ini, pangsa tersebut akan naik di atas 50% berkat produksi yang lebih tinggi di Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC.

“Di sisi lain, Rusia diperkirakan kehilangan sekitar 3,5 juta barel per hari, atau sekitar sepertiga, dari produksi minyaknya pada 2050, karena kesulitan mempertahankan produksi dari lapangan yang sudah ada atau mengembangkan lapangan baru yang besar," kata IEA.

(wdh)

No more pages