Otoritas moneter Asia lainnya, termasuk India, hingga saat ini memilih untuk menggunakan cadangan devisa asing mereka. Namun para ekonom mengatakan bahwa ada batasan untuk sejauh mana hal tersebut dapat terus berlanjut.
"Kombinasi dari mata uang yang lemah dan munculnya inflasi dapat menyebabkan beberapa bank sentral di Asia kembali ke jalur pengetatan," kata Radhika Rao, seorang ekonom senior di DBS Bank Ltd. "Tekanan depresiasi yang berkelanjutan dan besar-besaran dapat meyakinkan bank sentral untuk melanjutkan kenaikan suku bunga," katanya.
Menurut data Bloomberg, hingga tahun 2023, bank-bank sentral di Asia-Pasifik secara rata-rata telah meningkatkan suku bunga jauh lebih sedikit dibandingkan bank-bank sentral di negara maju.
Perbedaan antara suku bunga AS dan Asia telah "menguatkan dolar lebih lanjut," kata Frederic Neumann, kepala ekonom Asia di HSBC Holdings Plc, 27 Oktober.
"Meskipun banyak faktor yang memengaruhi nilai tukar, perbedaan suku bunga tetap menjadi salah satu faktor yang paling penting. Setiap bank sentral yang khawatir tentang volatilitas nilai tukar lebih lanjut akan berpikir keras untuk membiarkan suku bunga lokal menyimpang terlalu jauh dari suku bunga AS," tambahnya.
"Langkah-langkah lebih lanjut oleh Bank Sentral AS Federal Reserve (the Fed), atau lonjakan lain dalam suku bunga pasar, dapat mendorong negara-negara lain untuk kembali memperketat kebijakan mereka, dari Korea hingga India," kata Neumann.
"Atau setidaknya, hal itu akan mempersulit rencana pelonggaran lebih lanjut" di negara-negara seperti China dan Vietnam.
Berikut adalah bank sentral utama di Asia-Pasifik yang masih akan melakukan pengetatan:
Australia
Bank Sentral Australia akan bertemu pada tanggal 7 November dengan para ekonom di empat bank terbesar negara itu, memprediksi peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin yang akan membawa suku bunga menjadi 4,35%, tingkat yang belum pernah terjadi sejak November 2011.
Ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga tersebut meningkat setelah inflasi kuartal III lebih kuat dari perkiraan, hanya sehari setelah Gubernur Michele Bullock mengatakan dia "tidak akan ragu" untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut jika terjadi peningkatan signifikan dalam proyeksi inflasi bank.
Indonesia
Dalam beberapa minggu terakhir, Bank Indonesia melihat seberapa cepat perubahan yang terjadi pada para pembuat kebijakan di Asia. Setelah berkali-kali memberi sinyal akan melakukan jeda suku bunga - atau bahkan pemangkasan - bank sentral secara tiba-tiba menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin pada tanggal 19 Oktober karena perang Israel-Hamas semakin melemahkan rupiah.
Indonesia jauh lebih sensitif daripada negara-negara tetangganya terhadap fluktuasi mata uang akibat eksposur negara terhadap arus dana asing. Bank sentral tidak menutup kemungkinan akan ada kenaikan suku bunga yang tidak terjadwal, kata juru bicara bank tersebut pekan lalu, meskipun kemungkinannya "sangat kecil".
Jepang
Mayoritas ekonom dalam survei Bloomberg memperkirakan Bank Sentral Jepang atau Bank of Japan akan mulai pengetatan kebijakan pada bulan April, karena imbal hasil obligasi mendekati 1%. Ini merupakan batas efektif dalam program pengendalian kurva imbal hasil bank.
Malaysia
Bank sentral Malaysia mendapat tekanan untuk menaikkan biaya pinjaman setelah ringgit baru-baru ini mencapai level terendahnya sejak 1998, selama krisis keuangan Asia. Tingkat suku bunga acuan bank sentral itu telah tetap pada 3% sejak Juli, menjadikannya rekor diskon tertinggi dibandingkan dengan suku bunga the Fed.
"Bank Negara Malaysia (BNM) menghadapi tantangan yang paling nyata mengingat tekanan depresiasi MYR yang persisten," kata Lavanya Venkateswaran, ekonom senior Asean di Oversea-Chinese Banking Corp Ltd.
"BNM akan tetap bersikap hawkish dan mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga jika tekanan inflasi, terutama pada inflasi inti, meningkat tahun depan."
Sebagian besar ekonom mengatakan bank sentral masih memiliki batasan tinggi untuk kembali memperketat kebijakan di tengah menurunnnya risiko inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Keputusan tingkat suku bunga berikutnya dari bank sentral ini dijadwalkan pada tanggal 2 November.
Filipina
Bank sentral Filipina atau Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) memberlakukan kenaikan suku bunga di luar siklus pada tanggal 26 Oktober, untuk membantu mengendalikan inflasi yang berisiko melampaui target 2%-4% untuk tahun ketiga berturut-turut pada tahun 2024.
Pertemuan kebijakan pada tanggal 16 November akan tetap berlangsung sesuai jadwal, di mana Gubernur Eli Remolona mengatakan pengetatan lebih lanjut akan dipertimbangkan. BSP "agak tertinggal" setelah memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga pada pertemuan September ketika risiko inflasi sudah meningkat.
Korea Selatan
Bank sentral Korea atau Bank of Korea sudah memiliki perkiraan tingkat terminal sebesar 3,75%, naik dari 3,5% saat ini. Menurut para ekonom, Gubernur Rhee Chang-yong bisa melakukan apa yang disebut sebagai kenaikan suku bunga asuransi (insurance hike) untuk mengendalikan ekspektasi inflasi.
Taiwan
Para ekonom memperkirakan bank sentral Taiwan, yang disebut Bank Sentral Republik China atau CBC, akan memilih untuk menaikkan suku bunga jika harga minyak yang lebih tinggi mendorong inflasi jauh di atas proyeksinya.
"Ini bisa terjadi setelah pemilihan presiden pada Januari 2024," kata Jeong Woo Park, seorang ekonom di Nomura Holdings Inc.
"Jika inflasi tetap jauh di atas target 2% CBC dan kondisi keuangan global semakin ketat, kami akan memperkirakan CBC melanjutkan siklus kenaikannya, menaikkan tingkat suku bunga kebijakan menjadi 2,125% dari 1,875% saat ini."
Thailand
Bank sentral Thailand atau Bank of Thailand memberi sinyal pada bulan September bahwa mereka telah berbuat cukup setelah delapan kali kenaikan suku bunga berturut-turut yang membuat biaya pinjaman mencapai level tertinggi dalam sepuluh tahun.
Namun, meskipun inflasi berada di bawah target, baht adalah salah satu mata uang yang paling buruk performanya di Asia selama tiga bulan terakhir. Kenaikan harga minyak dan belanja pemerintah yang lebih tinggi dapat menghidupkan kembali tekanan harga.
Para pembuat kebijakan mengatakan mereka akan lebih mencermati risiko yang berasal dari ketegangan di Timur Tengah pada pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada tanggal 29 November.
(bbn)