Chief Executive Officer Mahkota Sentosa Utama Indra Azwar mengungkapkan, sampai akhir 2022 sebanyak 4.800 unit apartemen atau 30% dari unit yang sudah terjual sudah diserahterimakan. Tahun 2023, ditargetkan serah terima sebanyak 2.200 unit dan akan dilanjutkan secara bertahap sampai seluruh unit yang sudah terjual diserahterimakan maksimal pada 2027. Total jumlah unit yang terjual mencapai 18.000 unit.
Terperosok Pandemi
Kisruh Meikarta bukan cuma perihal urusan legal dengan segala dramanya. Proyek kota baru yang diklaim menelan investasi bernilai jumbo Rp 300 triliun itu, juga terjegal pandemi yang sejatinya merobohkan semua aktivitas perekonomian tanpa mengenal sektor.
Sektor pandemi sudah membuat sektor properti tersudut. Menilik laporan keuangan beberapa perusahaan properti besar, selama rentang 2020-2021, performa penjualan benar-benar tiarap.
PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), misalnya, nilai penjualan dan pendapatan selama 2020 turun menjadi Rp 1,41 triliun. Korporasi ini juga menderita kerugian sebesar Rp 1,03 triliun pada 2020. Sedang PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) masih berhasil membukukan laba Rp 1,1 triliun.
Adapun PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) labanya anjlok dari Rp 3,13 triliun pada 2019 menjadi Rp 486,25 miliar. Memasuki 2021, sektor properti mulai bangkit perlahan.
Capaian kinerja positif dicatat oleh beberapa emiten. PWON misalnya berhasil membukukan pertumbuhan laba 38,5%, disusul BSDE yang mencetak laba sebesar Rp 1,53 triliun. Atau, ASRI yang bangkit kembali mencetak laba sebesar Rp 149,94 miliar.
Bangkit Perlahan
Kini, setelah pandemi sudah jauh menjinak, sektor properti semakin percaya diri menapaki kebangkitan. Menilik laporan keuangan kuartal III-2023, beberapa emiten mencetak kenaikan pendapatan yang signifikan. Misalnya, PWON dengan capaian pendapatan sebesar Rp 1,74 triliun, melompat 32% dari kuartal III-2021.
Lalu, BSDE yang membukukan pendapatan Rp 3,3 triliun pada kuartal III lalu, naik 72% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Begitu juga ASRI yang mencetak pendapatan Rp 791,4 miliar, naik 19,4% dari kuartal III-2021.
Bila 2022 emiten sektor berupaya bangkit, bagaimana prospek pada 2023 ketika risiko perlambatan ekonomi global membayangi kinerja perekonomian domestik? Analis Samuel Sekuritas Abraham Timothy menilai, tahun ini masih cukup menantang bagi sektor properti. Setidaknya ada dua faktor yang memberatkan langkah sektor ini.
Pertama, potensi kenaikan bunga acuan BI 7 DRR. Kendati Bank Indonesia (BI) melontar sinyal dovish dengan menahan bunga acuan di 5,75% pekan lalu, ancaman kenaikan bunga acuan belum tertutup sepenuhnya. Ini karena faktor The Federal Reserves yang diperkirakan masih akan mengerek bunga ke level lebih tinggi ketimbang yang diprediksi pasar.
Selain itu, langkah BI mengerek bunga acuan sejak Agustus 2022 lalu diprediksi baru akan terefleksikan pada bunga perbankan pada paruh kedua tahun ini. Ketika bunga kredit naik, nasabah juga akan berpikir ulang ketika hendak mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) maupun kredit pemilikan apartemen (KPA).
Kedua, berakhirnya insentif pajak pertambahan nilai (PPn) rumah DTP pada September 2022 juga akan mempengaruhi appetite terhadap properti. “Maka itu, pra penjualan properti tahun ini mungkin akan cukup datar,” kata Abraham.
Pada 2022, pra-penjualan sektor properti masih berhasil mencatat pertumbuhan 7,7% kebanyakan terdorong insentif oleh pemerintah. Mulai dari keringanan pajak, pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), subsidi uang muka, subsidi selisih bunga, bantuan stimulan perumahan swadaya, dan lain sebagainya.
“Porsi pembiayaan konsumen properti saat ini masih didominasi KPR. Jadi, kalau bunga KPR naik pelan-pelan mengikuti bunga acuan, konsumen mungkin akan lebih tidak berminat menggunakan KPR atau bahkan menunda pembelian,” jelas Abraham.
Hasil survei perbankan yang dirilis oleh BI pekan lalu memperlihatkan, 75,03% responden yang disurvei masih memilih skema pembiayaan KPR sebagai pilihan utama ketika membeli rumah pertama, disusul skema tunai bertahap dan pembelian tunai.
Survei tersebut juga mengungkap, penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal IV-2022 melambat secara tahunan sebesar 4,54%, menurun dari 13,58% pada kuartal IV-2021.
Perlambatan penjualan terutama terjadi di sektor rumah menengah yang terkontraksi hingga minus hingga 18,88%. Disusul perlambatan penjualan rumah kecil dan besar. Penyebabnya, kenaikan harga bahan bangunan, masalah perizinan atau birokrasi, bunga KPR, proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR dan masalah perpajakan.
BI mencatat, pada kuartal IV-2022, pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara kuartalan naik 7,79% year-on-year. Namun, penyaluran KPR dan KPA hanya sebesar 2,77%, melambat dibanding kuartal sebelumnya yang mampu tumbuh 3,27%. Sementara, pencairan FLPP pada kuartal IV-2022, mencapai Rp 8,033 triliun, naik 250,9%. Ini mencatat pertumbuhan positif dari terkontraksi sebesar -10,02% pada kuartal sebelumnya.
Faktor IKN
Di antara perusahaan-perusahaan properti yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), sejauh ini BSDE tercatat sebagai emiten dengan kinerja paling moncer. Pada 2022, menurut catatan Abraham, BSDE mencatat pertumbuhan pra-penjualan terbesar mencapai 14,1% year-on-year dibandingkan emiten lainnya senilai Rp 8,8 triliun.
Untuk tahun ini, BSDE diprediksi akan menjadi jawara di sektor properti ini melanjutkan performa bagus tahun lalu. "BSDE memiliki landbank terbesar di antara emiten lain, mereka juga punya lahan di Ibu Kota Nasional dan akan diuntungkan bila pembangunan IKN dimulai," kata dia.
(rui/aji)