Otoritas Moneter Singapura ( Monetary Authority of Singapore/MAS) tidak mengubah kebijakan moneter pada awal bulan ini dan mempertahankan jalur apresiasi nilai tukar itu dalam pertemuan dua kali setahunnya pada tahun 2023. Mulai 2024 MAS akan mengumumkan keputusan kebijakan setiap tiga bulan.
“Itulah keindahan dari nilai tukar tertimbang perdagangan,” kata direktur pelaksana MAS dalam wawancara pada 27 Oktober ketika ditanya apakah dia melihat perlunya Singapura memperketat kebijakan lebih lanjut. “Ini terlepas dari bagaimana nilai tukar negara lain bergerak.”
Mempertahankan nilai tukar dolar Singapura di jalur apresiasi menunjukkan mata uang Singapura terus menguat terhadap mata uang-mata uang lain dan menurunkan inflasi impor dan menahan dampak terhadap perekonomian, jelas Menon kepada Bloomberg TV.
Meskipun kurs Singapura melemah terhadap dolar tahun ini di pasar spot, mata uang ini menguat terhadap tujuh dari 10 mata uang utama lainnya di Asia, termasuk ringgit Malaysia dan yuan.
Menon, yang akan diganti sebagai kepala MAS setelah 12 tahun dan pensiun dari sektor layanan publik pada 31 Desember mendatang, menekankan bahwa pengumuman kebijakan yang lebih sering bukan berarti akan ada lebih banyak perubahan.
Bank sentral Singapura, yang mengambil dua keputusan tak terjadwal pada tahun 2022, masih mempertahankan orientasi jangka menengahnya, kata Menon.
Pasar memahami bahwa terkadang bank sentral harus menyesuaikan kebijakan di luar siklus, kata Menon. Tetapi jika itu terjadi terlalu sering akan tercipta “kekhawatiran”.
Kebijakan moneter Singapura “masih ketat” dengan pengukur inflasi inti yang diawasi seksama oleh MAS diperkirakan akan mencapai 2,5% sampai 3% pada akhir tahun, katanya.
“Jadi misinya belum tercapai, tetapi sudah berada di jalur yang tepat.” Menon, 59 tahun, mulai bekerja di bank sentral pada tahun 1987. Ia tidak mengungkapkan rencana-rencana pasca-MAS.
Inflasi Singapura turun ke tingkat terendah dalam 18 bulan terakhir di bulan September dan perekonomian lebih baik dari perkiraan di kuartal ketiga. Namun, penurunan ekspor tetap mengkhawatirkan.
MAS termasuk yang pertama kali memulai pengetatan kebijakan di Asia Tenggara pada Oktober 2021. Strategi ini bertujuan menjinakkan inflasi bahkan sebelum kenaikan harga mulai terlihat.
Laju kenaikan harga yang dipicu oleh pembukaan kembali pasca pandemi dan diperburuk oleh perang di Ukraina mengejutkan para pengambil kebijakan dan ekonom, kata Menon.
“Tidak ada yang menduga hal ini akan terjadi. Dalam membuat prediksi, Anda tidak akan pernah bisa selalu benar,” katanya. Secara umum, bank-bank sentral telah melakukan pekerjaan yang baik dalam mengelola tekanan harga dan pertumbuhan ekonomi.
Menon optimis dampak ekonomi yang lebih luas dari konflik di Timur Tengah akan terbatas selama konstelasi tidak berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius.
“Banyak dari kita, termasuk saya sendiri, berpikir bahwa ketika bank-bank sentral mengetatkan kebijakan moneter - dan ini adalah laju pengetatan yang paling cepat dalam beberapa dekade terakhir — ekonomi harus jatuh ke dalam resesi untuk menghilangkan tekanan-tekanan harga,” cerita Menon.
“Setidaknya sekarang, kita bisa membayangkan sebuah jalan untuk menurunkan inflasi tanpa harus mengalami resesi,” tegas Menon, satu pandangan yang kurang diyakini oleh pihak-pihak berwenang setahun yang lalu.
(bbn)