Sementara di Belanda terjadi ketidakstabilan usai tak lagi utuh sejak adanya kebijakan imigrasi yang memicu pro dan kontra. Rutte sendiri adalah perdana menteri terlama di negara itu tetapi berencana meninggalkan dunia politik setelah kabinet baru dibentuk setelah pemilu pada 22 November mendatang.
Rutte juga sempat menyinggung bahwa dia dia tidak ingin menggantikan Charles Michel sebagai presiden Dewan Eropa. Menurutnya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen lebih cocok untuk hal itu.
“Musim Panas ini saya mulai berpikir dengan adanya krisis di Ukraina, bukankah sebaiknya saya melakukan sesuatu yang bersifat internasional karen saya punya pengalaman juga?” kata Rutte.
Sebagai catatan, di bawah kepemimpinannya, Belanda telah menjadi salah satu negara anggota yang paling vokal dalam mendukung Ukraina. Belanda juga yang paling getol mendorong persetujuan AS untuk mengirim jet tempur F-16 ke Kyiv.
Sementara Stoltenberg selama ini memimpin NATO melewati berbagai dilema ketegangan keamanan termasuk ketika ia mencoba menyeimbangkan dukungan aliansi tersebut terhadap Kyiv tanpa menyeret organisasi ke dalam konflik yang lebih luas dengan Moskow.
Belakangan negara-negara baru juga bergabung selain sebagian masih dakam proses masuk antara lain Montenegro, Makedonia Utara, Finlandia hingga Swedia.
(bbn/ezr)